TEMPO.CO, Depok - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan pihaknya mencoba melakukan advokasi ke dalam kampus untuk 10 calon mahasiswa baru (camaba) yang terancam mundur karena tidak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT).
"Kami juga coba cari prosedur lainnya dari BEM. Jadi, BEM se-UI turun tangan kemudian bisa membantu mereka atau bersatu," kata Melki, Senin, 17 Juli 2023.
Menurut Melki, saat ini 10 cabama tersebut tidak jadi mundur karena bantuan BEM se-UI. "Kemudian (dibantu) untuk dapat prosedur-prosedur bantuan lainnya," ujarnya.
Dari persoalan camaba yang kesulitan membayar UKT, Melki menyebut ada permasalahan besar yang perlu di-highlight, yaitu kenaikan tarif UKT itu sendiri. Untuk rumpun sosial, biaya kuliah yang semula kisaran Rp 0 sampai Rp 5 juta, sekarang naik dengan rentang tarif Rp 0 sampai Rp 17,5 juta. Sementara untuk rumpun sains, teknologi dan kesehatan dari Rp 0 sampai Rp 7,6 juta naik dengan rentang tarif Rp 0 sampai Rp 20 juta.
Dengan rentang tarif atas yang dinaikkan, menurut Melki, jadi banyak camaba yang kemudian masuk ke rentang tarif di atas tarif yang lama. Ada yang ditetapkan Rp 15 juta, Rp 17,5 juta dan Rp 20 juta. Melki mencatat total ada 800 aduan terkait hal itu.
"Namun yang betul-betul tidak mampu membayar, atau betul-betul tidak mampu mengeluarkan sama sekali itu ada 10 kemarin. Dari 10 itu kami yang berjuang membantu agar mereka tidak jadi mundur," kata Melki.
Melki menyebut rata-rata 10 camaba yang nyaris mundur itu mendapat penetapan tarif di atas Rp 10 juta.
Dari persoalan ini, BEM UI pun mendorong sejumlah prosedur untuk memberikan keringanan bagi camaba yang kesulitan membayar UKT, yaitu meminta evaluasi biaya pendidikan dan mekanisme cicilan serta bantuan secara personal oleh BEM se-UI.
Respons Pihak UI
Disinggung mengenai respons dari pihak UI terkait tuntutan BEM, Melki menilai kurang baik. Menurut dia, pihak kampus tidak mengkomunikasikan secara baik sehingga informasi yang ada cenderung blunder.
"Misalnya kemarin, dibilang ya gimana mau kita kasih murah, mahasiswa pakai Pajero, emang semuanya di UI pakai Pajero kan enggak juga, ini kan pernyataan yang menggeneralisir, itu salah betul, salah total," kata Melki.
Dari 800 aduan yang BEM UI, Melki menyebut orang tua para camaba itu memiliki pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap, seperti tukang becak, driver online dan sebagainya. "Sehingga pernyataan UI cenderung blunder dan tidak menjawab permasalahan," ujarnya.
Kampus juga, menurut Melki, tidak mampu menjelaskan kepada BEM UI dan mahasiswa terkait rasionalisasi kenaikan tarif tersebut. "Sehingga sampai saat ini kami belum dapat penjelasan harusnya bagaimana, kenapa begini tarif dan lain sebagainya, bahkan saya sebagai Ketua BEM UI belum pernah bertemu rektor seumur jadi Ketua BEM," ujarnya.
Melki pun menyatakan pihaknya siap menggeruduk ruang rektor jika diperlukan. "Pasti itu (geruduk ruang rektor UI)," kata dia.
Pilihan Editor: Rektor Unpad Jelaskan Mengenai Penggunaan Dana UKT, Untuk Apa Saja?