TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena El Nino yang menyebabkan musim kemarau bisa bertambah kering dan panjang di Indonesia menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG telah dimulai pada Juni 2023.
Kepala bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat Bambang Imanuddin mengatakan, pihaknya telah menyiapkan petugas, logistik, serta peralatan seperti pompa air untuk irigasi dan tangki air untuk kebutuhan air bersih warga. “Kami juga akan mengajukan teknologi modifikasi cuaca,” katanya di acara webinar Hari Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Provinsi Jawa Barat, Kamis 20 Juli 2023.
Sebelumnya, teknologi modifikasi cuaca itu sudah tiga kali dilakukan BPBD Jabar bersama pihak terkait. Di antaranya saat Natal dan Tahun Baru, serta ketika terjadi banjir di Subang.
Menurutnya mitigasi potensi bencana yang terkait dengan El Nino yaitu kekeringan lahan pertanian serta kebakaran hutan dan lahan sehingga ditetapkan status keadaan darurat bencana. “Gubernur respon sehingga surat keputusan siap siaga kebakaran hutan dan lahan ini sudah ditanda tangan,”ujarnya.
Dari hasil kajian pada rapat koordinasi antar instansi Mei lalu, kata Bambang, potensi kekeringan di Jawa Barat pada kurun 2022-2026 cukup besar yaitu hingga 3,5 juta hektar. Adapun lahan pertanian di Jawa Barat sejauh ini masih kurang dari 1 juta hektar, sementara potensi kebakaran hutan dan lahannya seluas 1,4 juta hektar
Selain itu menurut Bambang, potensi air di Jawa Barat menghadapi kemarau cukup tinggi yaitu sekitar 48 miliar meter kubik per tahun. “Ini baru digunakan 30 persen seperti di bendungan,” katanya.
Dia mencontohkan tiga waduk yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur, memiliki 5 miliar meter kubik untuk mengairi sekitar 300-400 ribu hektar sawah. Sementara 900 ribu meter kubik air di Waduk Jatigede untuk mengairi wilayah Majalengka, Indramayu, Sumedang, Cirebon, seluas 90 ribu hektar sawah.
Baca juga: Suhu Bandung Semakin Dingin, Malam di Lembang 15,4 Derajat Celcius
El Nino akan ganggu sektor pertanian
Menurut Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Yuke Muliani Septina yang mewakili Sekretaris Daerah Setiawan Wangsaatmaja, dampak El Nino yaitu kekeringan di beberapa tempat akan mengganggu sektor pertanian sehingga perlu tindak lanjut dan solusi.
Daerah pesisir selatan seperti Ciamis dan Pangandaran tergolong rentan kekeringan. Begitu pun di wilayah pesisir utara seperti Indramayu, Subang, dan Karawang. “Curah hujan rendah berdampak ke sektor pertanian dan pasokan air seperti di Subang dan Karawang yang daerah industri,” ujarnya.
Sedangkan di daerah pegunungan seperti Bogor, Sukabumi, dan Bandung, mengalami perubahan suhu dan curah hujan. Perubahan itu dinilainya juga akan berpengaruh ke pertumbuhan tanaman.
Pemerintah Jawa Barat menurutnya melakukan antisipasi dari menyiapkan stok dan distribusi pangan strategis ke masyarakat, juga terkait dengan kesiapan irigasi dan rehabilitasi air untuk menekan dampak El Nino. Selain itu juga disiapkan varietas tanaman yang tahan kekeringan dan cepat panen. “Masyarakat tidak perlu panik terhadap isu El Nino ini,” ujarnya.
Kepala Stasiun Klimatologi Jabar Rakhmat Prasetia mengatakan, peluang hujan di Jawa Barat diprediksi rendah pada Agustus hingga Oktober 2023. “Dalam sebulan peluang hujannya tidak lebih dari 100-150 milimeter. Oktober mulai ada hujan di beberapa wilayah,” kata dia.
Pilihan Editor: Siasati Musim Kering akibat El Nino, Petani Jabar Tanam Padi Inpari 36 dan 37
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.