TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan imbas fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan. Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, situasi kemarau kering ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.
"Pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera," kata Dwikorita dalam keterangannya, Jumat, 21 Juli 2023.
Lahan pertanian, menurut Dwikorita, berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman. Di sisi lain, bagi sektor perikanan, perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin, biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan. Peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Kemarau lebih kering
Dwikorita menjelaskan fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Ia memberikan contoh perhitungan, jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Puncak kemarau kering ini diprediksi akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG, indeks El Nino pada Juli ini mencapai 1,01 dengan level moderate, sementara IOD sudah memasuki level index yang positif.
Sebelumnya, pada Juni hingga dasarian 1 bulan Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan. Namun, selang setelah itu, dalam waktu yang bersamaan, El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
"Dalam rentang waktu tersebut sebagian wilayah Indonesia masih ada yang diguyur hujan akibat adanya dinamika atmosfer regional yang bersifat singkat sehingga pengaruh El Nino belum dirasakan secara signifikan," kata Dwikorita.
Masyarakat diimbau hemat air
Sementara itu, Plt Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan bahwa sepanjang musim kemarau ini, sektor pertanian akan dapat terdampak. Utamanya lahan pertanian tadah hujan yang masih menggunakan sistem pertanian tradisional yang sangat bergantung pada iklim dan curah hujan.
Selain itu, kondisi kekeringan ini dapat menjadi kondisi yang berujung kepada bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan krisis kabut asap yang tidak hanya berdampak terhadap kualitas lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial hingga kesehatan masyarakat. "Pada musim kemarau, udara akan menjadi lebih kering dan banyak debu sehingga juga sangat rentan terhadap penyebaran penyakit," kata Ardhasena.
Ardhasena juga mengingatkan semua pihak untuk menghemat penggunaan air di dalam maupun di luar rumah. Kemarau kering yang melanda akibat El Nino dan IOD Positif diperkirakan akan membuat debit air sungai maupun sumber mata air mengalami penurunan sehingga dapat berdampak pada ketersediaan dan pasokan air bersih.
"Gunakan bak penampung guna mengantisipasi kelangkaan air," ajaknya. Ia juga mengingatkan untuk membiasakan mematikan keran saat tidak digunakan, atur jadwal menyiram tanaman dan mencuci kendaraan serta memakai air sesuai kebutuhan.
Pilihan Editor: BMKG Prediksi Potensi Hujan 17-23 Juli di Jawa Barat Menyusut