TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi cuaca di wilayah Jawa Barat sepekan ini mengalami perubahan dibandingkan pekan sebelumnya. Pada periode 24-30 Juli 2023, Jawa Barat diprakirakan nihil hujan lebat hingga sangat lebat. Namun begitu, masih ada potensi hujan ringan hingga sedang.
Beberapa faktor yang diprediksi BMKG akan berpengaruh terhadap pembentukan awan dan terjadinya hujan di sebagian wilayah Jawa Barat, antara lain kondisi suhu muka laut disekitar wilayah Indonesia yang masih relatif hangat, khususnya di sebagian perairan utara Jawa Barat. Selain itu labilitas lokal diprakirakan signifikan yakni pada kategori ringan hingga sedang sehingga mendukung proses konvektif dengan potensi hujan pada skala lokal di sebagian wilayah Jawa Barat.
Pada pekan lalu, menurut BMKG, hujan sedang hingga lebat masih terjadi pada awal pekan di wilayah Kabupaten Bogor bagian utara, sedangkan pada sepekan ini diprakirakan nihil.
Terkait dengan suhu, menurut Ketua Tim Forecaster di BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Barat Asri Rachmawati, suhu di wilayah Jawa Barat pada sepekan ini berkisar antara 17,5 – 34,5 derajat Celcius. Suhu terendah umumnya terjadi di wilayah dataran tinggi seperti Puncak, Lembang, dan Pangalengan. Adapun suhu tertinggi relatif di wilayah pesisir atau dataran rendah. “Semua masih relatif normal dan belum ada indikasi suhu esktrem,” katanya, Ahad, 23 Juli 2023.
Sementara itu, BMKG menanggapi kabar di media sosial soal cuaca dingin di Indonesia belakangan ini yang terjadi karena jarak Bumi dengan Matahari dalam titik terjauh saat periode revolusi atau Aphelion. Kondisi itu dinilai tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.
Sebelumnya diberitakan, beberapa hari terakhir ini suhu udara dingin dirasakan warga di sejumlah daerah seperti di Jawa Barat. Menurut Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Irlando Kusumo, ada tiga faktor penyebab kondisi itu. Selain posisi Bumi dan Matahari, juga tiupan angin dari Australia, dan langit yang cerah.
Saat ini, menurutnya, posisi Bumi sedang berada pada titik terjauhnya dari Matahari sehingga berpengaruh pada suhu suatu wilayah. “Jauhnya jarak antara Bumi dengan Matahari akan berdampak pada penurunan rata-rata suhu minimum suatu wilayah,” katanya, Kamis, 20 Juli 2023.
Faktor kedua adalah tiupan angin dari benua Australia yang saat ini tengah mengalami periode musim dingin. Akibatnya, pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin ke Indonesia, termasuk Jawa Barat. Angin itu dikenal dengan nama monsun dingin Australia.
Penyebab ketiga adalah langit cerah sehingga siang terasa terik dan malam menjadi lebih dingin. Tidak adanya awan di atmosfer kata Irlando, menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan Bumi pada malam hari tidak tertahan atau tersimpan di atmosfer. “Hal ini yang menyebabkan udara dekat permukaan Bumi terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari,” ujarnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.