TEMPO.CO, Jakarta - Pada akhir 2021 lalu, Facebook mengumumkan bahwa perusahaan mengubah nama menjadi Meta. “Fokus Meta adalah menghidupkan metaverse dan membantu orang terhubung, menemukan komunitas, dan mengembangkan bisnis,” demikian pernyataan perusahaan.
Dilansir dari Gadgets Now, seorang eksekutif perusahaan senior Meta mengatakan bahwa keputusan mereka mengubah nama menjadi Meta adalah "kesuksesan".
Facebook berganti nama ke Meta di tengah maraknya isu tentang mereka yang kontroversial. Seorang whistleblower merilis “The Facebook Papers” yang mengungkap beberapa aktivitas kontroversial perusahaan tersebut. Tiga minggu setelah informasi itu beredar, Facebook berubah nama menjadi Meta.
Dalam sebuah tanya jawab dengan karyawan tahun lalu, Chris Cox, Chief Product Officer Meta, ditanya terkait apakah perubahan nama itu berhasil. Cox mengatakan bahwa dia merasa hal itu berhasil karena perubahan nama mendapat lebih banyak atensi media daripada The Facebook Papers.
Menurut sebuah laporan oleh Business Insider, Cox mengatakan kepada karyawannya, "Itu lebih dari dua kali lipat volume liputan Facebook Papers," kata Cox dalam panggilan tersebut.
Cox juga mengatakan bahwa liputan keseluruhan lebih netral dan positif. "Itu adalah hal yang hanya bisa kami impikan ketika kami melakukan perubahan dalam hal liputan pers," katanya.
Namun dalam hal metaverse, mereka bisa dibilang belum berhasil. Divisi Meta's Reality Labs yang bertanggung jawab atas semua hal terkait metaverse telah mengeluarkan banyak pengeluaran.
Menurut hasil laporan kuartal perusahaan baru-baru ini, divisi tersebut kehilangan lebih dari 4 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya.
Dalam 18 bulan terakhir, unit metaverse Meta telah menghabiskan hampir 21 miliar dolar AS. Namun, Meta tetap tidak terpengaruh dan tidak memiliki rencana untuk menutup divisi tersebut atau menghentikan investasi.
Pilihan Editor: Mengenal Meta, Perusahaan Induk dari WhatsApp dan Facebook