TEMPO.CO, Jakarta - Fade2Black sudah bergabung dengan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dalam rangka memperjuangkan upaya pelestarian orang utan sejak tahun 2014. Grup musik rap itu cukup aktif berpartisipasi dalam upaya melindungi satwa yang sudah terancam punah tersebut.
Melalui momen Talk Show bertema 'Peran Multipihak dalam Pelestarian Satwa Liar di Indonesia' yang berlangsung di Mal Sarinah Jakarta pada Sabtu, 9 September 2023, mereka berbagi sedikit tentang pengalamannya.
Salah satu personilnya, Lezzano, menyebutkan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah biaya operasional yang tinggi ketika terjun langsung. "Untuk pelepasan (liar), kadang-kadang di kawasan yang sangat jauh, bahkan harus sewa helikopter, karena gak bisa dicapai dengan kendaraan lain," ungkap dia.
Untuk itu, perlu adanya bantuan ataupun donasi. "Kami perlu bantuan kalian. Gak usah ngapa-ngapain, gak usah terjun langsung, tapi cukup dengan memberikan donasi aja ke BOSF," kata musisi dengan nama asli Danial Rajab Fahreza tersebut ketika minta bantuan biaya kala itu.
Non-governmental organization (NGO) itu punya kawasan konservasi Samboja Lestari di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang jadi sekolah bagi orang utan. Sekolah hutan itu jadi tempat rehabilitasi, di mana orang utan bersekolah hingga akhirnya 'lulus' untuk dipulangkan ke habitat aslinya. Orang utan yang direhabilitasi rata-rata bekas penangkapan liar atau peliharaan.
Akan tetapi, beberapa orang utan dengan kondisi akut tak bisa dilepasliarkan. Misalnya Bujang, orang utan yang sempat menyita perhatian beberapa tahun lalu karena dirinya yang sudah benar-benar bertingkah layaknya manusia. Dia dieksploitasi jadi pemain sirkus selama bertahun-tahun di Sumatera, sehingga sifat kehewanannya hilang. "Berdiri dua kaki dan gak mau makanan hewan," kata Tito Budi Dwinanto atau Titz.
Untuk pertama kalinya, Fade2Black ambil bagian dalam pelepasan liar orang utan pada tahun 2015. Fade2Black menyaksikan betapa perjuangan teman-teman di Samboja merawat dan melindungi orang utan. Ketika itu, ada enam ekor orang utan yang sudah bisa diantarkan kembali ke habitatnya. Mereka di antaranya sepasang ibu dan anak yang masih kecil, dan empat sisanya berusia sekitar 20 tahun.
Pulang dari Samboja, Fade2Black merasa perlu berbuat sesuatu melalui karya musiknya. Ia ingin mengajak tanpa menggurui. Tepatnya pada 2016, mereka bikin lagu berjudul Tangan dan Mata. Lagu ini punya latar belakang cerita yang kuat.
Cerita berangkat dari "perkenalan" dengan Kopral dan Shelton. Dua ekor orang utan yang bersahabat dan hidup saling melengkapi. Keduanya korban kekejaman dan keserakahan manusia. Kedua tangan Kopral harus diamputasi karena tersengat listrik saat hendak kabur dari tempat dia dipelihara. Sementara Shelton ditembak dengan sembilan peluru, dua peluru merusak jaringan mata dan mengakibatkan kebutaan.
Selama di sekolah hutan, Shelton kerap mengasingkan diri di kandang. Kopral yang lebih dulu bersekolah di Samboja mulai lakukan pendekatan sekian lama, hingga akhirnya mereka berteman akrab. Kopral berperan sebagai mata bagi Shelton, sedangkan Shelton bagai tangan bagi Kopral.
"Ke mana-mana saling bantu. Naik ke atas pohon digandeng. Shelton yang ngangkat, Kopral yang ngarahin belok kiri, belok kanan," cerita Titz.
"Kujadikanmu tanganku, kau jadikanku matamu," demikian penggalan lirik lagu yang merupakan bagian dari album Tabik!
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.