TEMPO.CO, Jakarta - Windiyati Nugroho, menjadi wisudawan terbaik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dari program studi S3 Teknologi Pendidikan dalam wisuda yang digelar pada Selasa, 10 Oktober lalu. Dia lulus dengan meraih IPK 3.98.
Catatan nilai akademiknya itu diperoleh lewat perjuangan dan konsistensinya selama menempuh pendidikan doktor di Fakultas Ilmu Pendidikan. Gelar itu dia raih di usianya yang ke-77 tahun.
Dalam prosesi wisuda itu, Windiyati mendapatkan dua penghargaan sekaligus yakni sebagai wisudawan terbaik dengan nilai akademik tertinggi dan wisudawan tertua. "Saya sempat kaget, ternyata nilai saya paling tinggi dari yang lain. Suatu kesempatan yang istimewa diberikan Tuhan kepada saya," ucapnya dilansir dari situs Unesa pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Perempuan kelahiran Solo, 27 Agustus 1946 itu mengungkapkan, motivasi belajarnya tidak lain karena ingin memperdalam ilmu. Ditambah pula dengan keresahannya atas kualitas pendidikan di Indonesia yang menurutnya selama ini belum maksimal.
Dia menilai kompetensi generasi muda belum semua sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Menurutnya, kompetensi seperti komunikasi, kritis, kreatif dan kolaboratif harus menjadi domain penting pendidikan dalam dan luar sekolah.
"Sampai di titik ini tidak mudah memang, tetapi kalau kita meyakini Tuhan itu ada, semua pasti bisa dan selesai. Itu jadi motivasi buat saya dan semoga ini bisa menginspirasi generasi," ucap pengusaha kosmetik itu.
Dia berpesan agar anak-anak muda tetap semangat belajar dan menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya. Tidak hanya belajar, lanjutnya, tetapi juga harus mampu menerapkan atau mempraktekkan ilmunya untuk menjawab permasalahan di masyarakat.
Windiyati lulus dengan menulis disertasi tentang "Pengembangan Paket Program E-Modul Penerapan Konsultasi dan Analisis Kulit Wajah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Metakognitif bagi Peserta Didik di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Pacific International Beauty Institute (PIBI) Surabaya".
Menurutnya, paket e-modul yang membahas bidang kecantikan ini akan membantu para peserta didik dan instruktur di LKP PIBI untuk lebih mudah melakukan pengajaran kepada muridnya dan meningkatkan hasil belajar dan keterampilannya.
Begitu pula dengan bidang kecantikan, kurangnya pengetahuan masyarakat akan informasi mengenai kecantikan menjadi alasan dia mengangkat disertasi tersebut.
“Ke depan, saya berharap orang-orang bisa lebih peduli dengan dunia kecantikan. Karena kecantikan bukan hanya tentang menjaga kesehatan, tapi juga bagaimana seseorang merasa nyaman dalam proses menjalaninya,” tutupnya.
Pilihan Editor: Cerita Ridi Raih Gelar Profesor UGM di Usia 39 Tahun, Tekun Riset dan Teliti Soal AI