TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menilai bahwa saat ini dibutuhkan lebih dari 1.000 lulusan bidang studi Teknik Metalurgi untuk mendukung kebijakan hilirisasi Indonesia. Namun, menurut Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat, saat ini di Indonesia hanya punya 350-400 mahasiswa lulusan Teknik Metalurgi di Indonesia.
“Saat kami memulai program hilirisasi ini, kami menyadari bahwa kami kekurangan lulusan jurusan Metalurgi untuk mendukung program tersebut (hilirisasi),” kata Firman dalam UOB Gateway to ASEAN Conference 2023 di Jakarta, Rabu, 11 Oktober 2023.
Oleh karena itu, Kemenko Marves mulai menargetkan 1.000 lulusan magister Teknik Metalurgi dan 500 insinyur di bidang metalurgi terkemuka dunia untuk dapat berkontribusi dalam proyek-proyek hilirisasi di Indonesia.
Untuk mampu mencapai target tersebut, Firman menjelaskan bahwa saat ini pemerintah tengah berfokus pada peningkatan sumber daya manusia melalui penambahan jumlah lulusan di bidang Teknik Metalurgi.
Pemerintah, melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah membuka kerja sama dengan Northeastern University di China untuk mengirim mahasiswa Magister maupun PhD belajar Tenik Metalurgi.
Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membantu mahasiswa belajar untuk meraih gelar Magister dan PhD di bidang Teknik Metalurgi.
Firman mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah membangun fasilitas penelitian Metalurgi di Morowali, Sulawesi Tengah sebagai, sarana riset dan pengembangan hilirisasi industri.
“Tidak hanya itu, jika Anda berkunjung ke Morowali, kami juga sedang membangun fasilitas penelitian Metalurgi kelas dunia, dan kami juga berencana membangun fasilitas penelitian kelas dunia di ITB mulai tahun ini. Hal ini untuk memastikan transfer teknologi terjadi di masyarakat kita,” jelasnya.
Hilirisasi Indonesia menjadi salah satu kebijakan yang berpotensi mendorong Indonesia untuk menjadi negara maju. Firman mengungkapkan pada 2014, produk nikel Indonesia hanya mencapai nilai US$ 3 miliar, namun dengan implementasi hilirisasi, pada 2022 produk nikel Indonesia mampu mencapai sekitar US$ 34 miliar. Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat dengan adanya hilirisasi baterai lithium yang dimulai beberapa tahun ke depan.
Pilihan Editor: Respons Unnes Soal Mahasiswinya yang Diduga Bunuh Diri dari Lantai 4 Mal Paragon