TEMPO.CO, Jakarta - Keterbatasan fisik Mochamad Nur Ramadhani tak menghalanginya untuk meraih cita-cita untuk menempuh pendidikan tinggi dan menjadi dokter gigi. Dhani, sapaan Ramadhani adalah penyandang disabilitas fisik. Sehari-hari, dokter muda ini berjalan menggunakan satu kaki palsu atau prostesis.
Dhani kehilangan kaki kanannya sejak remaja. Enggan terpuruk, Dhani membuktikan bahwa ia bisa terus melaju menjalani kehidupan dan kariernya yang cemerlang.
Bapak satu anak ini adalah lulusan S1 Fakultas Kedokteran Gigi dan meraih gelar master dari Humboldt Universitaet Zu Berlin. Masa kecil Dhani dihabiskan di Jerman mengikuti ayahnya yang sedang bertugas. Dhani gemar sekali bermain sepak bola selama di sana.Tiba saat kelas tujuh, Dhani pulang ke Indonesia seiring dengan selesainya tugas sang ayah di Negeri Panzer.
Namun, sesuatu yang tidak diduga dan tak diinginkan terjadi. Ia divonis menderita kanker tulang setelah setahun tinggal di Indonesia. Sel ganas ini muncul di atas lutut kanannya dan menyebar cepat ke kakinya.
Dhani tak mengetahui pasti penyebab dan kenapa bisa berada di tubuhnya. Ia hanya bisa menduga karena seringnya aktivitas fisik dan benturan, iklim yang berbeda, atau mutasi gen disinyalir menjadi pemicu serangan kanker tulang di kakinya.
Satu-satunya jalan agar kanker tak terus menjalar ke bagian tubuh yang lain adalah dengan mengamputasi kaki. Tentu ini bukan kabar baik. Butuh waktu sekitar enam bulan untuk Dhani mencerna semua kondisi yang terjadi termasuk memutuskan amputasi.
“Karena kalau misalkan diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas,” tuturnya dilansir dari situs Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP pada Rabu, 18 Oktober 2023.
Perjuangan Setelah Kaki Kanan Diamputasi
Akhirnya pada 2008, Dhani kaki kanannya diamputasi untuk menghentikan ganasnya sel jahat itu. Kemoterapi dilakukan setelahnya untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang dari tubuh Dhani.
Mochamad Nur Ramadhani seorang penyandang disabilitas yang menjadi dokter gigi. lpdp.kemenkeu.go.id
Kondisi tubuh Dhani pasca amputasi masih sangat lemah karena efek serangan kanker sebelumnya. Fisiknya ringkih, untuk berdiri saja tidak bisa dan kemana-mana harus menggunakan kursi roda. Berangsur saat tubuh mulai bugar dan berisi kembali, Dhani mulai belajar berjalan menggunakan tongkat kaki. Tak mudah bagi seorang Dhani yang kala itu masih remaja beradaptasi untuk memulai hidup baru.
"Umur (baru) 14 tahun, minder pasti ada. Secara pribadi awalnya masih belum siap, tapi hidup harus terus berjalan dan ini adalah ujian yang akan membuat saya lebih kuat", kata anak pertama dari empat bersaudara ini.