TEMPO.CO, Lumajang - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memasang alat Early Warning System (EWS) di sejumlah desa rawan bencana erupsi Gunung Semeru dan Gunung Bromo, Kamis, 2 November 2023. Sejumlah desa tersebut berada di Kabupaten Lumajang, Malang dan Probolinggo.
Dari informasi yang diperoleh Tempo, pemasangan instrumen peringatan dini bencana berupa tower dan sirine itu ada di lima titik di empat desa rawan bencana erupsi gunung berapi, yakni Gunung Semeru dan Gunung Bromo. Letaknya antara lain di tiga titik di Kabupaten Lumajang, satu titik di Kabupaten Malang dan satu titik di Kabupaten Malang.
Dari lima titik itu, empat titik untuk kesiapsiagaan menghadapi ancaman erupsi Gunung Semeru dan satu titik untuk erupsi Gunung Bromo.
Tiga titik di Kabupaten Lumajang, antara lain dua titik di Desa Supiturang Kecamatan Pronojiwo dan satu titik di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro. Sementara satu titik di Kabupaten Malang ditempatkan di Desa Tamansatriyan, Kecamatan Tirtoyudo. Sedangkan satu titik lainnya di Kabupaten Probolinggi ditempatkan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.
Direktur Peringatan Dini BNPB Afrizal Rosa mengatakan pemasangan instrumen peringatan dini itu sebagai bagian upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat. "Ini adalah program prioritas nasional kami di direktorat peringatan dini," kata Afrizal Risya yang biasa disapa Ari kepada Tempo saat ditemui di sela acara Finalisasi dan Gladi Pelaksanaan Sistem Peringatan Dini Bencana di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Kamis, 2 November 2023.
Ari mengatakan pada Rabu, 2 November 2023 juga dilakukan pemasangan tower dan sirine di Kabupaten Probolinggo. "Untuk Gunung Bromo dan di Malang sudah dilaksanakan pada pekan kemarin. Jadi ada lima sirine dan beberapa alat komunikasi dan CCTV yang kami serahkan kepada teman-teman di tiga kabupaten itu," kata dia.
Menurut Ari, hal Itu sebagai bentuk apresiasi BNPB untuk bisa memberikan atau menguatkan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah. Ia berharap masyarakat bisa menjaga keberlanjutan operasionalnya.
"Diharapkan Pemerintah Kabupaten Lumajang menyiapkan alokasi yang mencukupi. Alat ini bisa dipakai untuk durasi yang cukup lama," kata Ari.
Instrumen peringatan dini itu nantinya dihibahkan ke daerah. "Akan menjadi aset daerah untuk dipelihara. Alat instrumentasi ini juga bisa digunakan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dan tidak untuk peringatan dini saja," ujar Ari.
Sementara itu, Analis Bencana BNPB, Setiawan Cahaya Purnama mengatakan pada prinsipnya, program nasional dari BNPB merupakan bagian dari upaya penguatan kapasitas masyarakatnya. "Karena tidak cukup kita tahu sirine, kalau masyarakatnya tidak tahu itu artinya apa, tindakan yang dilakukan apa. Karena bagian pentingnya EWS adalah aksinya, kalau EWS saja yang bunyi tapi aksinya tidak ada, percuma," kata dia.
Karena itu, pemasangan EWS ini juga sekaligus digladikan sesuai dengan protokol yang disepakati masyarakat dan dibuat sendiri oleh masyarakat. "Ini sebuah rangkaian sejak kemarin membuat standar operasional prosedur (SOP) dan sekarang SOP itu harus diuji apakah bisa berjalan atau tidak," kata Setiawan.
Sementara itu, Kepala Harian BPBD Kabupaten Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengatakan rangkaian kegiatan pelaksanaan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat diharapkan bisa menjadi momentum untuk sadar dan peduli bahwa masyarakat tinggal di daerah bencana. "Karena kunci dalam tata kelola penanggulangan bencana adalah kesadaran dan kepedulian, kalau sudah timbul kesadaran dan kepedulian salah satu perwujudannya adalah mau menyikapi baik dalam tatanan pra bencana, tanggal darurat dan pasca bencana," kata dia.
Tindak lanjut dari bantuan dan pemasangan EWS berupa sirine itu, kata Patria, masyarakat dibekali pemahaman, pengetahuan dan pembelajaran untuk kesiapan bagaimana berorganisasi. "Dari seluruh komponen masyarakat mulai pemerintah desa, perangkat desa, tim penggerak PKK, relawan, tokoh masyarakat," ujarnya.
Patria mengatakan masyarakat harus bersatu, peduli dan sadar bahwa mereka tinggal di daerah bencana dan mereka perlu belajar tentang bagaimana nanti menyiapkan dalam kondisi normal, kemudian mengaktivasi mereka dalam kondisi darurat, hingga kemudian segera memulihkan diri dalam kondisi rehabilitasi dan rekonsstruksi.
"Pada akhirnya yang diharapkan adalah kemandirian dalam menghadapi bencana khususnya ancaman bencana yang ditimbulkan gunung berapi Semeru," ujar Patria.
Pilihan Editor: Gunung Semeru Erupsi Setinggi 1.500 Meter di Atas Puncak