TEMPO.CO, Jakarta - Pada pertengahan Juli, pemirsa yang berharap untuk melihat sekilas peluncuran roket SpaceX terkejut melihatnya diikuti oleh fenomena terang mirip aurora di Arizona. Roket tersebut telah membentuk lubang di bagian atas atmosfer, terlihat dari cahaya merah yang ditangkap oleh fotografer di darat, sebagaimana dilaporkan Space, 29 November 2023.
Cahaya itu sendiri bukanlah hal baru. Gangguan seperti ini di lapisan atas atmosfer bumi telah terjadi selama bertahun-tahun. Cahaya tersebut seringkali berbentuk bola dan disebabkan oleh interaksi antara knalpot roket dan ionosfer, wilayah terionisasi di atmosfer bagian atas antara 43 mil dan 250 mil (69 km dan 402 km) di atas permukaan bumi.
Namun kini, beberapa astronom mengatakan peristiwa tersebut menjadi lebih sering terjadi. Stephen Hummel, astronom dan spesialis pengurangan polusi cahaya di Observatorium McDonald di Texas, mengatakan kepada Spaceweather.com bahwa “2 hingga 5” cahaya langit terlihat setiap bulannya. Cahaya tersebut dapat terlihat dengan mata telanjang dan tetap berada di langit hanya dari beberapa detik hingga menit.
Ketika roket diluncurkan, mereka dapat “melubangi” atmosfer, meninggalkan cahaya merah. Tapi “SpaceX aurora” terjadi saat roket tahap kedua terbakar untuk kembali ke permukaan. Fenomena bercahaya yang tadinya jarang terjadi kini menjadi lebih umum seiring dengan semakin seringnya peluncuran roket.
Pada tahun 2017, asap knalpot SpaceX Falcon 9 meninggalkan lubang selebar sekitar 560 mil (900 km) di ionosfer, menurut makalah tahun 2018 di Space Weather. Lubang tersebut mungkin menyebabkan sedikit kesalahan jangkauan dalam sistem GPS (yang mengirimkan gelombang radio) hingga satu meter, para peneliti menyimpulkan. Dampak pancaran sinar tersebut terhadap pengamatan astronomi masih belum jelas.
“Dampaknya terhadap ilmu astronomi masih dievaluasi,” kata Hummel kepada Spaceweather.com. “Satelit Starlink adalah masalah yang umum terjadi, namun dampak dari peluncuran roket itu sendiri semakin menjadi perhatian.”
Melindungi langit bumi menjadi pekerjaan yang sibuk di hari-hari sulit bagi penerbangan luar angkasa. Awal tahun ini, tim peneliti menemukan bahwa langit malam menjadi semakin sulit dilihat karena “skyglow”—polusi cahaya manusia yang menerangi langit malam.
Selain cahaya merah menakutkan yang ditimbulkannya, berbagai roket dan satelit yang melewati stratosfer bumi meninggalkan logam di belakangnya, sehingga mencemari bumi, menurut sebuah penelitian yang baru-baru ini diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.
SpaceX juga bertanggung jawab atas konstelasi satelit Starlink, yang memperluas akses internet ke seluruh dunia—meskipun mengorbankan observasi astronomi. Namun satelit Starlink generasi berikutnya sepuluh kali lebih redup dibandingkan satelit awalnya. Laporan Gizmodo sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berupaya mengurangi dampak berbahayanya terhadap astronomi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.