TEMPO.CO, Jakarta - Peningkatan infeksi bakteri Mycoplasma pneumoniae di Cina membuat masyarakat khawatir. Banyak yang beranggapan kalau penyakit ini akan masuk ke Indonesia dan menyebar seperti Covid-19. Epidemiolog dr. Dicky Budiman membantah hal tersebut.
"Bakteri Mycoplasma pneumoniae telah lama ada di dunia, bukan saja di Cina. Menurut riset disebutkan kalau bakteri jenis ini sudah ada sejak tahun 1900 awal," kata Dicky Budiman kepada Tempo, Kamis 7 Desember 2023.
Dicky mengatakan ketakutan masyarakat terhadap bakteri Mycoplasma pneumoniae yang muncul di Cina sedikit berlebihan. Malahan di Indonesia pun bakteri jenis ini telah ada sejak lama, bukan hanya di Cina.
"Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae sudah menjadi penyakit endemik, di banyak negara bakteri tersebut juga tumbuh. Artinya sebelum Covid-19 datang, bakteri ini juga telah ada," ucap Dicky yang kini sedang berada di Eropa.
Walau bakteri Mycoplasma pneumoniae telah ada sejak lama, Dicky berpesan jangan sampai masyarakat menganggap enteng atau abai. Pola hidup sehat dan kewaspadaan perlu ditingkatkan, namun jangan sampai takut dan berpikir berlebihan.
Bila masyarakat Indonesia terkena bakteri Mycoplasma Pneumoniae, saat ini telah ada obat dan jenis terapi untuk penyembuhannya. Dicky menyampaikan salah satu terapi yang bisa digunakan adalah azithromycin.
Dickt turut merespons peningkatan kasus yang terjadi di Cina. Menurut dia, Mycoplasma pneumoniae yang kini sudah masif penyebarannya itu akibat pandemi sudah berakhir. Dampak berakhir pandemi mengakibatkan masyarakat kembali ke pola hidup lama mereka, misalnya tidak menjaga jarak dan pola hidup tidak sehat.
"Di masa pandemi, penyakit ini seperti tak terlihat karena kita semuanya ditekan untuk menjaga kesehatan, akibatnya bakteri apapun tidak mempan untuk merusak kesehatan di tubuh. Ditambah lagi ketika Covid-19, penyakit lain ditekannya untuk berkembang," ujar Dicky.
Akibat pandemi yang kini sudah usai dan berbagai aturan dicabut, membuat siklus saat ini hampir berbarengan di banyak negara. "Akibat pola hidup yang kembali lagi menjadi tidak sehat, ini yang kita hadapi saat ini," ujarnya.
"Karena banyak orang berkerumun, lalu aktivitas di dalam ruangan semakin tinggi karena sebagian negara memasuki musim dingin, menyebabkan bakteri Mycoplasma pneumoniae mudah untuk ditularkan," tambah Dicky.
Respons yang sama juga datang dari Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, dr Nastiti Kaswandani. Ia menyampaikan kalau Mycoplasma pneumoniae tidak sama dengan Covid-19.
Risiko bahaya Mycoplasma pneumoniae bahkan lebih rendah dibandingkan influenza. Nastiti meminta kepada masyarakat jangan panik. Bahkan penelitian di luar negeri ada yang menuliskan Mycoplasma pneumoniae dengan kata "walking" karena risiko rendah.
"Kenapa walking? Karena anak mereka bisa saja jalan dan cukup baik untuk beraktivitas, tidak terbaring di rumah sakit (saat terinfeksi Mycoplasma pneumoniae)," kata Nastiti Kaswandani saat konferensi pers membahas Mycoplasma pneumoniae, Rabup 6 Desember 2023.
Kendati dinilai tidak berbahaya dan risiko kematiannya lebih minim dibanding Covid-19, para ahli tetap menganjurkan kepada masyarakat supaya bisa menerapkan pola hidup sehat. Salah satunya dengan cara tidak beraktivitas di keramaian jika sedang sakit dan selalu memakai masker di ruang publik.
"Stop merokok, rajin cuci tangan dan jika ada gangguan pernapasan segera memeriksanya ke fasilitas kesehatan terdekat. Bagi anak-anak, jika seandainya sakit bisa untuk libur dan tidak ke sekolah dulu," ujarnya..
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.