TEMPO.CO, Jakarta - Tekad Ahmad Fauzan untuk belajar di luar negeri begitu besar. Dengan segala perjuangannya, mahasiswa Universitas Indonesia ini akhirnya bisa merasakan kuliah di luar negeri lewat beasiswa IISMA. Cita-citanya untuk kuliah di luar negeri sempat tersendat lantaran akses untuk belajar bahasa Inggris di sekolahnya terbatas.
"Ketika SD, aku enggak punya guru bahasa Inggris. Jadi, merasakan bahwa ketika di desa itu sulit sekali mendapatkan akses pendidikan, terutama untuk belajar bahasa Inggris," ujar mahasiswa tahun keempat program studi Sastra Jerman Universitas Indonesia (UI) itu dalam siniar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dikutip pada Ahad, 10 Desember 2023.
Akhirnya, Fauzan memutuskan untuk menajamkan kemampuan bahasanya di Kampung Inggris, Pare. Ia merantau sendiri dan tinggal di indekos. "Tujuannya supaya aku bisa belajar bahasa Inggris. Saat itu pula, aku mikir di tahun itu pengen coba pertukaran pelajar, tapi aku gagal. Terus ada dapat program lainnya, tapi harus bayar," kata mahasiswa asal Kabupaten Lebong, Bengkulu itu.
Fauzan merasa patah hati. Namun, ia tetap bertahan dengan terus berusaha mewujudkannya. Ia sempat mendaftar program beasiswa di salah satu universitas di Malaysia dan diterima. Selain itu, ia juga dapat kesempatan untuk kuliah di Australia. "Dua kesempatan itu luar biasa banget, tapi mungkin karena cukup idealis waktu itu, aku mikir ingin coba ke luar benua. Aku coba cari beasiswa lagi. Beasiswa yang di Malaysia enggak aku lanjutkan," tutur Duta Kampus Merdeka itu.
Ketika mencoba, dia sempat berkali-kali gagal. Setidaknya, ada 23 kali penolakan beasiswa yang pernah dirasakannya. Fauzan akhirnya melabuhkan pilihannya kepada UI dan memulai perkuliahan sarjana. Di tengah perjalanan kuliah, ia mendapatkan informasi mengenai program Indonesian International Student Mobility Awards atau IISMA yang sebenarnya pernah ia dengar namun sekilas saja.
Program pertukaran IISMA digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dengan memberikan beasiswa agar mahasiswa bisa menjajal kuliah di luar negeri. Mahasiswa akan menjalani program tersebut selama satu semester. "Aku merasa kayaknya ini salah satu kabar baik buat aku. Mungkin IISMA jadi salah satu jalan untuk aku mewujudkan mimpi aku (kuliah di luar negeri)," kata Fauzan.
Persiapan Meraih Beasiswa IISMA
Secara mental, Fauzan mengatakan dia sudah terlatih karena puluhan penolakan telah ia hadapi. Ia mulai menelusuri kampus-kampus mana saja yang bisa dijadikan tujuan dalam program IISMA. Hal penting lain yang harus ia siapkan kala itu adalah berkas administrasi yang menjadi prasyarat pendaftaran IISMA batch 2. "Sebelum aku mendaftarkan diri, semua hal yang bersifat administratif itu sudah selesai. Contoh dari segi IPK (indeks prestasi kumulatif) ataupun kemampuan bahasa Inggris. Aku sudah menyiapkan itu," ujarnya.
Selain mempersiapkan berkas-berkas administratif, Fauzan juga harus menyiapkan esai. Menurut dia, kemampuan merangkai cerita dengan baik sangat dibutuhkan untuk menulis esai yang baik, selain pengetahuan tentang kaidah penulisan. Agar tulisannya baik, dia ikut berbagai lomba, konferensi, workshop atau organisasi yang dapat melatih kemampuan tersebut.
Setelah tahap pemberkasan, ia melanjutkan ke tes kebhinekaan untuk menilai pengetahuan mahasiswa tentang Indonesia. Selain itu, tes ini juga diperuntukkan untuk menggali perspektif mahasiswa dalam menilai suatu keadaan. Setelahnya pada tahap wawancara, penilaian akan lebih kompleks, meliputi esai dan curriculum vitae mahasiswa.
Dalam seleksi IISMA, Fauzan dapat memilih dua universitas dan empat kursus. Pilihan pertamanya berlabuh pada Leicester University di United Kingdom dan University of Pecs di Hongaria jadi pilihan kedua. Sedangkan untuk kursus, Fauzan memilih bidang komunikasi karena ingin sekali mempelajarinya. Di samping itu, mahasiswa IISMA juga memang disarankan untuk mempelajari lintas jurusan. "Aku merasa kayaknya penting banget untuk belajar tentang komunikasi, apalagi intercultural communication dari sudut pandang Eropa Timur. Jadi, akhirnya aku milih itu," kata dia.
Fauzan pun memantapkan hatinya untuk mengambil kesempatan di University of Pecs. Pertama, ia ingin tinggal di Eropa agar mengetahui bagaimana perspektif Eropa. "At least, aku mengerti tentang bagaimana perspektif Eropa. Apalagi sebagai anak FIB, kalau misalnya ditanya bagaimana Eropa Barat, Eropa Timur. Kalau sudah menginjakkan kaki di sana, misalnya cerita tentang Eropa, kayaknya aku tahu. Aku bisa menceritakannya ke teman-temanku juga," ujarnya.