Bercermin dari peristiwa tsunami di Aceh, Palu serta Selat Sunda, pembangunan sistem peringatan dini yang cepat, tepat, dan akurat, tidak cukup, Kita pun membutuhkan kesiapan masyarakat dalam merespon peringatan dini tersebut. Maka dari itu, ucap Dwikorita, BMKG juga gencar mengkampanyekan Early Warning, Early Action untuk meminimalisir risiko yang mungkin ditimbulkan.
Dalam Steering Group Meeting ICG-IOTWMS yang diselenggarakan di Indian National Centre for Ocean Information Services (INCOIS), perwakilan negara anggota pun membahas capaian dan kemajuan rencana aksi penguatan sistem mitigasi dan peringatan dini tsunami di Samudera Hindia.
Sejalan dengan mandat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB, 100 persen komunitas rawan tsunami harus siap dan diperkuat dengan peringatan dini yang handal. Forum itu juga membahas sejumlah isu dan tantangan yang relevan. Beberapa di antaranya adalah urgensi pengembangan teknologi untuk peringatan dini tsunami non-seismik. Banyak negara di dunia yang belum terlindungi dengan sistem ini karena belum ada teknologi yang mumpuni dan benar-benar teruji.
Di tengah keterbatasan teknologi, kearifan lokal dan kapasitas komunitas masyarakat pantai rawan tsunami harus diperkuat, antara lain dengan program Tsunami Ready, Desa Tangguh Bencana (Destana), dan Keluarga Tangguh Bencana (Katana) yang dicanangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari Indonesia.
IRSYAN HASYIM
Pilihan Editor: Meski El Nino Melemah, Tren Bulan-bulan Terpanas Tak Patah di Januari 2024