TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tradisi Ramadan masyarakat Indonesia yang tidak pernah luntur adalah patroli sahur. Bila mengulik sejarahnya, kebiasaan pada jam subuh bulan puasa itu merupakan inovasi budaya bangsa Arab untuk membangunkan masyarakat pada jam makan sahur.
Antropolog sekaligus dosen kebudayaan Islam dan klasik Indonesia Universitas Airlangga (Unair), Djoko Adi Prasetyo, mengatakan patrol sahur sebelumnya dianggap sebagai sebuah kesenian musik rakyat yang bersifat ritmis dan tanpa peralatan diatonik seperti piano, seruling, atau harmonika.
“Penduduk di sekitar Mekkah memiliki kelompok-kelompok yang bertugas untuk membangunkan orang makan sahur. Bersenjata lentera dan gendang, mereka berkeliling ke sudut kota sambil meneriakkan bahwa waktu sahur telah tiba,” kata Djojo melalui keterangan tertulis pada Senin, 18 Maret 2024.
Menurut Djoko, tradisi tersebut sudah muncul sejak zaman Rasulullah. Sebagai pengingat waktu sahur, masyarakat pada masa itu menggunakan adzan sebagai pengingat, karena keterbatasan alat dan teknologi.
“Di zaman Nabi Muhammad, belum ada pengeras suara atau alat yang dapat digunakan untuk membangunkan sahur. Karena itu, cara yang dipakai sangat sederhana, yaitu dengan mengumandangkan adzan,” ujar dia.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat mulai memakai alat-alat seperti gendang untuk menghasilkan bunyi. Tradisi itu menyebar hingga ke Indonesia dengan adaptasi berbeda di setiap daerah.
Di Sulawesi, ucap Djoko, tradisi beduk sahur dinamakan Dengo-dengo. Adapun warga Jawa Barat menamainya Ubrug-ubrug. Tradisi bunyi-bunyian saat sahur tersebut menjadi yang paling umum dilakukan di Indonesia.
Mitosnya, patrol sahur berawal dari kebiasaan dalam memanggil burung merpati yang dipelihara. “Empunya memukul kentongan yang berbunyi tuk..tuk…tuk. Dari situlah muncul musik patrol yang alatnya terbuat dari kayu menyerupai kentongan, namun pendek,” tutur Djoko.
Nilai Sosial Di Balik Patrol Sahur
Patrol sahur, Djoko meneruskan mengandung tiga nilai, yakni nilai tanggung jawab sosial, bentuk interaksi sosial, dan solidaritas. Tanggung jawab sosial berhubungan dengan kesadaran maysarakat untuk saling mengingatkan waktu sahur.
Patrol sahur lazimnya dilaksanakan secara berkelompok. Dari situ muncul nilai interaksi sosial. Adapun nilai solidaritas datang dari setiap individu umat muslim. “Untuk mengingatkan sahur dan menjalankan puasa sebagai umat yang taat dalam beragama,” kata dia.
Pilihan Editor: Kapan Musim Kemarau 2024 Tiba? Ini Penjelasan BMKG