TEMPO.CO, Jakarta - Hujan yang mengguyur Kota Bogor dalam beberapa hari terakhir semakin mengukuhkan predikat daerah ini sebagai kota hujan. Julukan tersebut bukan tanpa alasan. Bogor terkenal dengan curah hujan yang tinggi, bahkan melebihi rata-rata kota lain di Indonesia. Bagi warga Bogor, hujan bukan lagi hal asing, melainkan sahabat yang menemani mereka di keseharian.
Ahli meteorologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Sonni Setiawan, menjelaskan bahwa tingginya curah hujan di Kota Bogor dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu angin muson, posisi matahari, dan topografi. Angin muson barat dari Asia pada kurun waktu Desember, Januari, dan Februari serta angin muson timur dari Australia pada Juni, Juli, dan Agustus berpengaruh signifikan terhadap penguapan air sehingga menghasilkan hujan.
Pada sisi lain, Sonni mengatakan, curah hujan tinggi di Bogor juga dipengaruhi posisi matahari yang disebut Intertropical Convergence Zone (ITCZ) yang biasanya terjadi pada bulan Maret dan September. “Selain itu ada juga faktor lokal yaitu faktor topografi. Pegunungan di sekitar Bogor seperti Gunung Salak dan Pangrango juga mempengaruhi pergerakan awan dan curah hujan,” kata Sonni, pada Rabu, 3 April 2024.
Menurut Sonni, tingginya curah hujan di Bogor tak berdampak negatif. Sebaliknya, fenomena alam tersebut justru punya banyak dampak positif. Warga Bogor, misalnya, lebih teredukasi mengenai karakter curah hujan dan cara menyikapinya dibandingkan masyarakat di wilayah lain.
Wilayah Bogor memang kerap dilanda bencana tanah longsor dan banjir. Namun, Sonni menilai bencana tersebut bukan dampak degatif dari curah hujan yang tinggi di Bogor, melainkan akibat dari alih fungsi lahan. Dia mencontohkan pembangunan daerah resapan dan bangunan kerap tak mempertimbangkan karakteristik dan kondisi wilayah sehingga memicu bencana.
"Bogor dikenal dengan Kota Hujan bukan hanya sekarang, tapi sejak zaman VOC bahkan sejak Kerajaan Pajajaran, tapi dulu tidak ada tanah longsor dan banjir, jadi ada yang tidak beres,” kata pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB ini.
Walau begitu, Sonni mengingatkan bahwa perubahan iklim global juga telah berimbas pada hujan di Kota Bogor. “Data menunjukkan frekuensi hujan di Bogor mengalami penurunan dalam beberapa dekade terakhir. Namun intensitas hujan lebat semakin meningkat," ujarnya.