TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, merespons kemunculan kasus infeksi yang mirip dengan cacar monyet atau Mpox di Jayapura, Papua. Kabar yang beredar memperlihatkan tangan penderita dipenuhi oleh lesi dan terjadi pembengkakan.
"Yang ramai dibahas tentang Mpox di Jayapura ini, perlu diteliti terlebih dahulu lewat pemeriksaan lebih lanjut. Untuk gejala awal memang mirip dengan cacar monyet, ada lesinya. Tapi khusus untuk Mpox, lesinya bisa ke alat kelamin pasien," kata Dicky kepada Tempo, Jumat, 19 April 2024.
Lesi merupakan kondisi kulit yang berubah dan menjadi pembengkakan, bentuknya sama dengan cacar dan berisi kelenjar cair. Lesi tidak hanya dirasakan oleh penderita Mpox, bisa akibat infeksi Flu Singapura, campak dan sejenisnya.
"Infeksi Mpox harus diperiksa sebelum mendiagnosanya, terutama pada bagian kelenjar getah bening pasien yang dipastikan bakal membengkak," ucap Dicky.
Perihal infeksinya, Dicky berpendapat bahwa penyakit ini sangat rentang menyerang masyarakat dengan orientasi seksual menyimpang, atau praktik gonta-ganti pasangan dan tidak bersih saat berhubungan. "Bisa ke sesama jenis maupun berbeda jenis. Kalau tidak bersih dan selalu gonta-ganti pasangan, Mpox sangat berpotensi menyerang kita," kata Dicky.
Mpox bukanlah penyakit yang berasal dari Indonesia. Menurut Dicky, infeksi Mpox pertama kali ditemukan di wilayah Afrika Utara dan Kongo. Lalu bermutasi dan menyebar hingga ke banyak negara termasuk Indonesia.
Kondisi penyebaran Mpox yang terbilang masif, sangat patut diwaspadai. Terlebih bagi masyarakat yang aktif secara seksual dan bergonta-ganti pasangan. "Penderita HIV juga rentan untuk terinfeksi, kalau sudah terinfeksi maka dampaknya makin parah. Bisa komplikasi," ujar Dicky.
Pilihan Editor: Abu Vulkanik Gunung Ruang Berdampak Hingga Kalimantan dan Maluku, BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada