TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Google dilaporkan melakukan pemecatan atau PHK terhadap 28 karyawannya pada Rabu, 17 April 2024 usai mereka melakukan protes terhadap proyek kerjasama Google yang mendukung Israel. Salah satu karyawan buka suara menanggapi keputusan tersebut.
Sehari sebelumnya, seperti dinukil dari Antaranews, para karyawan melakukan aksi protes yang dipimpin sebuah kelompok dengan sebutan No Tech For Apartheid yang menentang Proyek Nimbus, sebuah kontrak penyimpanan awan senilai 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 19,4 triliun) dengan Israel. Hal itulah yang menjadi pemicu pihak Google memutuskan untuk memecat 28 pegawainya yang dituduh ikut serta dalam aksi tersebut.
Dilansir dari Reuters, dalam sebuah pernyataan di Medium, pekerja Google yang berafiliasi dengan kampanye No Tech for Apartheid menyebutnya sebagai "tindakan pembalasan yang mencolok" dan mengatakan bahwa beberapa karyawan yang tidak berpartisipasi secara langsung dalam protes hari Selasa juga terkena imbas hingga ikut dipecat oleh Google.
“Pekerja Google mempunyai hak untuk melakukan protes secara damai mengenai syarat dan ketentuan kerja kami,” tambah pernyataan itu.
Pemutusan hubungan kerja tersebut, yang terjadi hanya beberapa jam setelah polisi menahan sembilan karyawan selama protes duduk di Sunnyvale, California, dan sebuah kantor di New York, telah menimbulkan kontroversi di dalam dan di luar perusahaan.
Protes di Google bukanlah hal yang baru. Pada 2018 silam, para pekerja berhasil mendorong perusahaan untuk membatalkan kontrak dengan militer AS, Project Maven, yang dimaksudkan untuk menganalisis citra drone udara yang berpotensi diterapkan dalam peperangan.
Selain itu, Google juga telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal terhadap karyawannya pada Januari lalu.
Pilihan editor: Alasan Tesla, Google, dan Amazon Kembali PHK Karyawan