TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) merekomendasi ratusan buku sastra untuk dibaca para pelajar di Indonesia saat peluncuran Program Sastra Masuk Kurikulum pada Senin, 20 Mei 2024. Termasuk dalam daftar karya sastra yang direkomendasikan itu adalah novel karya Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia.
Bumi Manusia termasuk dalam Tetralogi Buru yang ditulis oleh Pramoedya dan sempat dilarang peredarannya oleh rezim Orde Baru karena dianggap membawa ideologi kiri--meski Bumi Manusia mendapat apresiasi luas. Kemendikbud juga merekomendasikan buku kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput milik pejuang Orde Baru Wiji Thukul.
Beberapa judul karya sastra lain dalam daftar rekomendasi yang sama seperti Atheis dan Gadis Kretek. Ada juga kumpulan puisi dan sajak karya Chairil Anwar: Aku Ini Binatang Jalang.
Program Sastra Masuk Kurikulum diharapkan bisa membantu para guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. "Tujuan utamanya untuk menumbuhkan kemampuan literasi, supaya anak-anak semakin cinta membaca dan terbiasa dengan dunia bacaan," kata Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen dan Pendidikan, Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo, dikutip dari live streaming resminya.
Disebutkannya, daftar buku atau karya sastra yang direkomendasikan sudah seluruhnya dikaji cukupan dan pemaknaannya. Untuk bacaan yang dinilai lumayan berat, kata Aditomo, diberikan kepada pelajar jenjang tertinggi atau SMA/sederajat. Sedangkan buku sastra untuk pelajar tingkat dasar direkomendasikan bacaan dengan jenis dongeng, cerpen, dan semacamnya.
"Kami juga sudah menerjemahkan banyak sekali cerita dari berbagai daerah, bahasa daerah, dan berbagai negara melalui Badan Bahasa, dan mengirimkan lebih dari 27 juta eksemplar buku-buku itu ke sekolah di seluruh Indonesia, dengan harapan nantinya semua sekolah punya pojok baca," ujar Aditomo.
Daftar Buku Terkenal di Program Sastra Masuk Kurikulum
'Ronggeng Dukuh Paruk' karya Ahmad Tohari, 'Canting' karya Arswendo Atmowiloto, 'Cintaku di Kampus Biru' karya Ashadi Siregar, 'Saman' karya Ayu Utami, 'Orang-orang Oetimu' karya Felix Nesi, 'Balada si Roy #1' karya Gol A Gong, 'Seri Lupus: Tangkaplah Daku Kau Kujitak' karya Hilman, 'Merahnya Merah' karya Iwan Simatupang, 'Amba' karya Laksmi Pamuntjak, 'Laut Bercerita' karya Leila S. Chudori, 'Kambing dan Hujan' karya Mahfud Ikhwan, 'Anak Bajang Menggiring Angin' karya Sindhunata, 'Raden Mandasia' karya Yusi Avianto Pareanom, dan lain-lain.
‘Bumi Manusia' karya Pramoedya Ananta Toer, 'Mahabharata' karya RA Kosasih, 'Bumi' karya Tere Liye, 'Negeri Lima Menara' karya A Fuadi, 'Semua Ikan di Langit' karya Zigy Z, '99 Cahaya di Langit Eropa' karya Hanum Salsabiel Rais dan Rangga Almahendra, 'Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau' karya Aan Mansyur, 'Balada Orang-Orang Tercinta' karya WS Rendra, 'Nyanyian Akar Rumput' karya Wiji Thukul.
'Robohnya Surau Kami' karya AA Navis, 'Saksi Mata' karya Seno Gumira Ajidarma, 'Pendidikan Jasmani dan Kesunyian' karya Beni Satryo, 'Aku Ini Binatang Jalang' karya Chairil Anwar, 'Di Ujung Bahasa' karya Goenawan Mohamad, 'Terdepan, Terluar, Tertinggal: Antologi Puisi Obskur Indonesia 1945-2045' karya Martin Suryajaya, 'Hujan Bulan Juni' karya Sapardi Djoko Damono, serta 'Saut Kecil Bicara dengan Tuhan' karya Saut Situmorang.
Pilihan Editor: Walhi Sebut Isi Pidato Jokowi di World Water Forum Tak Solutif dalam Krisis Saat Ini