TEMPO.CO, Malang - Mukhlisi dan Bagus Suseno bolak balik berseru satu sama lain setiap kali melihat lalu memotret burung di dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung. Tidak semua jenis burung yang hidup di pulau terluar di perairan Samudera Indonesia, secara administratif berada di Jember, Jawa Timur, itu bisa langsung mereka kenali.
Jadilah, di antara memotret burung-burung itu, Mukhlisi dan Bagus sibuk membuka-buka buku-buku yang mereka bawa untuk bisa mengidentifikasi apa yang mereka lihat. Di antara buku yang mereka bawa terlihat judulnya Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa Bali dan Kalimantan karangan John MacKinnon bersama Karen Phillips dan Bas van Balen (LIPI, 2010). Ada juga Panduan Lapangan Identifikasi Burung-burung di Indonesia, Buku I: Sunda Besar, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Pulau di Sekitarnya (Interlude, Yogyakarta, Agustus 2022).
Selain buka buku panduan, Mukhlisi dan Bagus berdiskusi dengan anggota Tim Ekspedisi Pulau Nusa Barung lainnya. Tiap malam, tim bentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang membawa serta teknik eDNA metabarcoding dalam proses identifikasi spesies ini juga menggelar rapat rutin sepanjang ekspedisi yang berlangsung 15-26 Mei 2024 tersebut. Tempo satu-satunya jurnalis yang jadi anggota tim.
Mukhlisi adalah peneliti di Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN. Sedangkan Bagus merupakan Kepala Resor Konservasi Wilayah 16 Jember—kini jadi RKW 14 setelah RKW 16 Jember dan RKW 15 Pulau Nusa Barung disatukan per 1 Juni 2024. Seluruhnya ada lima peneliti BRIN dalam tim ekspedisi ini. Mereka dibantu tiga peneliti dari instansi di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta seorang peneliti dari lembaga swadaya masyarakat.
Tim Ekspedisi Pulau Nusa Barong BRIN saat tiba di pantai Teluk Kandangan pada Rabu siang, 15 Mei 2024. (TEMPO/Abdi Purmono)
Mukhlisi mengatakan, mayoritas jenis burung berhasil diidentifikasi secara lengkap. Hanya sekitar dua ekor yang diidentifikasi dari suaranya dan dua ekor lagi tersangkut jaring kabut (mistnet) yang dipasang tim BRIN untuk menangkap kelelawar.
Hasil ekspedisi itu mengungkap kalau keanekaragaman hewan aves (burung-unggas) di Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung—masyarakat setempat lebih karib dengan sebutan Pulau Nusa Barong—bertambah pada tahun ini. Semula tercatat ada 19 jenis burung (2022) dan 53 spesies burung (2023) versi survei yang didakan BBKSDA Jawa Timur. Kini, jumlahnya bertambah jadi 67 spesies.
“Secara total, jika direkapitulasi data BBKSDA Jatim 2022 dan 2023, ditambahkan dengan data BRIN Mei 2024, maka di Nusa Barong sampai saat ini terdata sebanyak 67 jenis burung. Jadi, alhamdulillah, ada perbaruan data keanekaragaman jenis burung di Nusa Barong,” kata Mukhlisi menuturkan, Jumat 21 Juni 2024.
Mukhlisi menyebutkan, terdapat tiga jenis burung yang muncul dalam laporan hasil survei kehati 2022, tapi ketiganya tidak dicantumkan dalam laporan 2023, yaitu burung delimukan zamrud (Chalcophaps indica), dara laut batu (Onychoprion anaethetus), dan srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus). Adapun tahun ini mendapati tujuh jenis aves yang jadi catatan baru bagi kawasan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung.
Salah satu bagian dari bentang alam sisi selatan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barong yang dikunjungi tim ekspedisi BRIN. TEMPO/Abdi Purmono
Ketujuhnya adalah elang alap jambul (Accipiter trivirgatus), kapasan kemiri (Lalage nigra), wiwik rimba (Cacomantis variolosus), tepekong jambul (Hemiprocne longipennis), kancilan bakau (Pachycephala cinerea), ayam hutan hijau (Gallus varius), dan gagak (Corvus enca). Burung gagak ini merupakan bagian dari 70 ekor satwa yang dilepasliarkan oleh BBKSDA Jawa Timur bersama Jaringan Satwa Indonesia (JSI) pada Kamis, 30 April 2024.
Sebenarnya, ada satu jenis burung yang membuat Mukhlisi ragu-ragu memasukkannya sebagai catatan baru jenis burung di Pulau Nusa Barung, yakni jenis burung dari kelompok raja udang. Ia bimbang apakah yang dilihatnya burung udang api (Ceyx erithacus) ataukah burung udang punggung merah (Ceyx rudifosa) sehingga proses identifikasi jenis burung ini lebih lama dari jenis burung lainnya.
Selain catatan baru 7 jenis burung, tim juga menemukan tujuh jenis burung dilindungi yang terdiri dari 5 jenis burung pemangsa atau raptor dan 2 jenis burung yang masuk keluarga burung laut atau Sturnidae.
Menurut Mukhlisi, mayoritas jenis burung yang terdata oleh BRIN, termasuk 7 jenis burung catatan baru tadi, status konservasinya least concern alias risiko rendah dalam Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi dan Sumber Daya Alam (The International Union for Conservation of Nature/IUCN).
Dua peneliti BRIN, Tri Atmoko dan Mukhlisi, mensterilkan wadah untuk menyaring sampel air yang diambil dari dalam hutan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung (disebut juga Nusa Barong) pada Jumat, 17 Mei 2024. Nantinya, penyaringan ditujukan untuk mengambil larutan berisi asam deoksiribonukleat (DNA) yang dibutuhkan untuk penelitian flora dan fauna yang mereka lakukan. (TEMPO/Abdi Purmono)
Hanya elang jawa dalam daftar temuan yang berstatus endangered alias terancam punah dalam Daftar Merah IUCN. Javan hawk-eagle ini masuk pula ke dalam daftar Apendiks I Konvensi Internasional untuk Perdagangan Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) alias selangkah lagi menuju kepunahan.
Hasil survei menunjukkan wilayah pesisir didominasi oleh jenis burung air cekakak sungai (Todiramphus chloris) dengan suaranya yang terdengar sangat khas dan keras, yang bisa terdengar sepanjang hari. Burung mungil sekepalan tangan orang dewasa ini dikenal juga salah satu burung raja udang yang mampu berburu serangga di udara atau menyergap mangsa di air dari posisi terbang.
Sedangkan di area tengah hutan Pulau Nusa Barung didominasi burung merbah belukar (Pycnonotus plumosus), kehicap ranting (Hypothymis azurea), dan delimukan zamrud. “Secara ekologis, keragaman jenis burung, khususnya kelompok burung pemangsa, mencerminkan kesehatan habitat yang mereka tempati; mengindikasikan kualitas ekosistem hutan dan pesisir di Nusa Barong masih berkondisi baik,” ujar Mukhlisi, sarjana biologi dari Universitas Lampung.
Pilihan Editor: Gangguan Sistem Imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta Sebabkan Antrean, Dipicu Masalah Teknis atau Ransomware?