TEMPO.CO, Jember - Wisata susur hutan dan ngopi di pinggir sungai bersama masyarakat lokal menambah daya tarik Taman Nasional Meru Betiri. Kedua kegiatan ekowisata itu diinisiasi pada 23-25 Mei 2024, sekaligus menandai Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang dirayakan setiap 22 Mei.
Ahli Pemasaran dari Program Studi Agribisnis Universitas Jember, Ebban Abgus Kuntadi, yang menginisiasi kegiatan itu bersama dua mahasiswa University of the Philipines Los Baños (UPLB) yang sedang mengikuti pertukaran pelajar di Universitas Jember. “Kami mencoba menguatkan atraksi jungle track dan riverside coffee di TNMB dengan masyarakat lokal sebagai pelakunya,” kata Ebban dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin 27 Mei 2024.
Jungle track dilakukan dengan menyusuri hutan Taman Nasional Meru Betiri pada zona pemanfaatan. Sementara riverside coffee adalah atraksi menikmati minum kopi dengan nuansa pinggir sungai kawasan TNMB. "Tentu saja ini memberikan impresi unik dan mengesankan," ujar Ebban.
Ekowisata pada dasarnya merupakan kegiatan konservasi aspek pemanfaatan yang bertujuan memberi dampak kepada ekonomi masyarakat desa penyangga. Harapannya, sekaligus menjadi insentif bagi masyarakat untuk berperan lebih untuk kepentingan konservasi.
Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri, Nuryadi, mengatakan ada tiga aspek dalam konservasi di taman nasional, yakni perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan. Untuk ketiga aspek itu, Nuryadi mengakui Taman Nasional tidak dapat sendirian. Perlu keterlibatan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi dalam mendorong masyarakat desa penyangga untuk tidak melakukan tindakan destruktif.
Ia mengatakan masyarakat perlu didorong untuk turut melindungi dan melakukan konservasi alias community based conservation. “Kehadiran akademisi seperti Unej yang kebetulan lokasinya dekat dengan kawasan sangat diharapkan” kata Nuryadi.
Dua mahasiswa asal Filipina yang mengikuti kegiatan awal dari ekowisata jungle track dan riverside coffee di TNMB mengaku sangat terkesan berkontribusi terhadap masyarakat lokal dan lingkungan, selain mendapat pengalaman ekowisata di Indonesia. “Perjalanan seperti ini belum pernah terjadi pada saya sebelumnya," kata Cheska Andrea C. Avenido dari College of Development Communication UPLB.
Atraksi menyusuri hutan dan ngopi di pinggir sungai di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Foto: Humas Universitas Jember
Penguatan atraksi dan promosi ekowisata berbasis masyarakat juga disambut baik Ketua Kelompok Masyarakat Pemuda Peduli Alam, Rohim, yang juga salah satu pelaku ekowisata berbasis masyarakat di TNMB. “Kehadiran kawan-kawan menjadi penyemangat kami untuk terus berkarya melalui ekowisata,” ujarnya.
Ketua Dewan Pengarah Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia Jatim (FK3I Jatim) Ihsannudin tak terkecuali turut mengapresiasi kegiatan itu. “Ekowisata beda dengan wisata umumnya, selain harus melibatkan masyarakat lokal juga harus bermuatan interpretasi dan edukasi,” kata Ihsannudin menjelaskan.
Dosen di Proram Studi Penyuluhan Pertanian Unej ini berpesan ekowisata harus mendukung aktivitas konservasi dan bukan sebaliknya. "Sehingga harmoni ekonomi dan ekologi menjadi keniscayaan yang harus terjadi."
Pilihan Editor: 2 Macan Tutul Terekam Kamera di Hutan Gunung Gede Pangrango, Begini Peringatan untuk Para Pendaki