TEMPO.CO, Jakarta - Selain memberi perlindungan ekologis terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati lainnya, ekowisata satwa liar seharusnya bisa menjadi wahana untuk melibatkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Secara tidak langsung, kegiatan ekowisata yang berkelanjutan juga dapat memberikan eduksi lingkungan hidup, baik kepada pengunjung maupun masyarakat sekitar.
"Saat ini ekowisata satwa liar telah menjadi bagian dalam mendukung dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan, di tengah semakin rusak dan kritisnya sumber daya hayati,” kata Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation--organisasi konservasi nirlaba global yang berbasis di Indonesia, dalam keterangan tertulis.
Dolly menyampaikan itu dalam webinar internasional yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Episode 11 (BLS Eps.11) dengan tema “Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran dari Asia” pada Rabu, 11 September 2024. Secara luring, seminar itu diadakan di Ruang Rapat Lantai 3 Gedung Rektorat Universitas Pakuan di Bogor.
Kegiatan ini berkolaborasi dengan Indonesia Ecotourism Network (Indecon), Indonesia; Darrang College, Assam, India; Turtle Conservation and Research Programme, India; Borneo Eco Tours, Malaysia dan Department of Zoology Jahangirnagar University, Bangladesh. Belantara Foundation juga menggandeng lima universitas sebagai kolaborator: Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Tanjungpura, dan Universitas Nusa Bangsa.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan itu menyampaikan harapannya tentang pemahaman sesungguhnya tentang ekowisata satwa liar yang berkelanjutan. "Agar dapat memotivasi dan menumbuhkan inspirasi peserta akan pentingnya partisipasi aktif dalam mengembangkan ekowisata satwa liar berkelanjutan di kawasan Asia, khususnya di Indonesia," kata dia.
Rektor Universitas Pakuan, Didik Notosudjono, menilai praktik ekowisata berkelanjutan di Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif di beberapa wilayah. Namun, dia menambahkan, tantangan besar masih harus diatasi, terutama dalam hal pengawasan, infrastruktur, dan kesadaran. Pamerintah, menurutnya, antara lain masih perlu memperkuat regulasi dan meningkatkan pendidikan lingkungan.
Selain juga memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan secara jangka panjang. "Dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada tersebut, perguruan tinggi dapat berkontribusi," kata Didik menunjuk antara lain penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, inovasi teknologi, monitoring dan evaluasi, penyadaran publik dan kampanye.
Dalam webinar yang sama, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Hadi Sukadi Alikodra, menekankan pentingnya kolaborasi pada program ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Konsep yang ditawarkannya adalah menggabungkan peran akademisi, sektor bisnis, dan pemerintah (triple helix).
Webinar 'Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran dari Asia' yang diselenggarakan Belantara Foundation dari Universitas Pakuan, Bogor, Rabu, 11 September 2024. Foto: Belantara Foundation.
“Tentu saja butuh koordinasi yang baik, juga komitmen tinggi, dari berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” ujar Hadi.
Sedangkan Pendiri dan Direktur Eksekutif Indecon, Ary S. Suhandi, juga mengatakan bahwa wisata satwa liar telah menjadi tren signifikan di tingkat global. Tren didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap alam, konservasi, dan wisata berkelanjutan.
Dia menyatakan ekowisata dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi pada upaya pelestarian alam maupun budaya jika dikelola dengan baik dan benar. "Jika tidak, maka pariwisata juga memiliki resiko menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun sosial budaya." katanya mengingatkan.
Turut hadir memberikan sambutan pada Webinar Internasional – BLS Eps.11 adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Kegiatan ini juga dihadiri oleh narasumber yang dipandang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekowisata satwa liar berkelanjutan. Mereka adalah Albert Chin Kion Teo dari Borneo Eco Tours, Malaysia; M. Monirul H. Khan dari Department of Zoology Jahangirnagar University, Banglades; dan Chittaranjan Baruah dari Darrang College, Assam, India.
Setelah webinar, dilakukan penandatanganan kerja sama antara Universitas Pakuan dengan Darrang College, Assam, India.
Pilihan Editor: Susulan Gempa Gunungkidul Getarkan Pacitan Lepas Tengah Malam, Ini Data BMKG