Sementara tahun ini pelaksanaan ibadah haji berada di periode musim panas yang mulai menuju musim dingin, pada tahun depan akan jatuh pada awal Juni yang diperkirakan lebih bersahabat suhu udaranya. Tapi, pada 2040 nanti penanggalannya akan bertepatan dengan puncak musim kemarau di Arab Saudi.
"Dan itu bisa jadi akan sangat fatal," ujar Fahad Saeed, seorang analisis iklim berbasis di Pakistan.
Saeed dan Schleussner menerbitkan hasil studinya pada 2021 lalu di jurnal Environmental Research Letters yang menemukan, kalau pemanasan global telah mencapai 1,5 derajat di atas masa pra-industri, risiko stroke karena cekaman panas yang ditanggung jemaah haji menjadi lima kali lebih besar.
Sedang sebuah studi pada 2019 yang dipublikasi dalam jurnal Geophysical Research Letters mengatakan, karena krisis iklim, cekaman panas untuk jemaah haji akan melebihi 'ambang batas bahaya ekstrem' pada 2047 sampai 2052 dan 2079-2086 nanti.
Permakluman Angka Kematian
Kematian jemaah haji yang dipicu oleh cekaman panas memang bukan hal baru. Kurangnya aklimatisasi, kelelahan, aktivitas di ruang terbuka, usia lanjut adalah faktor-faktor yang membuat jemaah haji rentan.
Tahun lalu, menurut data resmi Arab Saudi, sebanyak lebih dari 2.000 orang menderita sakit karena cekaman panas itu.
Adapun untuk kasus kematian pada tahun ini, selain Mesir, Pakistan juga melaporkan 58 di antara 150 ribu jemaah hajinya. Indonesia yang mengirim 240 ribu jemaah telah melaporkan 183 kematian--bandingkan dengan 313 tahun lalu.
Kematian juga dilaporkan Malaysia, India, Yordanian, Iran, Senegal, Tunisia, Sudan, dan Kurdi Irak.
Pemerintah Arab Saudi tak menyediakan data jumlah total kematian. Tapi, sepanjang Ahad lalu saja ada lebih dari 2.700 kasus 'heat exhaustion' jemaah haji.
"Saya kira, dengan jumlah besar jemaah haji yang ada, dengan cuaca yang seperti itu, angka kematian yang dilaporkan saat ini bisa dimaklumi," kata diplomat yang dikutip The Guardian.
Pilihan Editor: Ada Bulan Purnama, BMKG Minta 6 Wilayah Pesisir Waspada Banjir Rob