TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 Tekno dimulai dari topik tentang gempa bumi kembali melanda sejumlah wilayah di Indonesia pada Selasa 23 Juli 2024. Titik lokasi gempa bumi tersebut tersebar di berbagai daerah, yaitu Kupang, Mentawai, hingga wilayah Pantai Timur Sarmi Papua. Meski tak berpotensi tsunami, namun masyarakat dihimbau untuk tetap waspada.
Berita populer selanjutnya tentang Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia pada 25 - 26 Juli 2024.
Selain itu, Peneliti Ahli Utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Irfan Budi Pramono, merekomendasikan mitigasi daerah aliran sungai (DAS) untuk mengatasi masalah persediaan air yang minim. Pengembangan DAS itu berbasis nature base solution (NBS) yang terkait dengan konsep rekayasa ekologi dan adaptasi berbasis ekosistem.
1. Gempa Bumi Terjadi di 3 Titik Lokasi dalam Sehari, Termasuk Gempa Mentawai
Gempa bumi kembali melanda sejumlah wilayah di Indonesia pada Selasa 23 Juli 2024. Titik lokasi gempa bumi tersebut tersebar di berbagai daerah, yaitu Kupang, Mentawai, hingga wilayah Pantai Timur Sarmi Papua. Meski tak berpotensi tsunami oleh BMKG masing- masing daerah, namun masyarakat dihimbau untuk tetap waspada.
Mengutip dari laman informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) gempa bumi di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan kekuatan magnitudo 5.4.
Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi itu berlokasi di darat 16 km Timur Laut Kupang pada kedalaman 32 km.
Mengutip dari antara news Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Kupang Margiono mengatakan dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya , gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif.
2. BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia pada 25 - 26 Juli 2024.
Prakirawan BMKG Fara Diva mengatakan pola angin di wilayah Indonesia bagian utara umumnya bergerak dari selatan - barat daya dengan kecepatan angin berkisar 8 - 25 knot, sedangkan di wilayah Indonesia bagian selatan umumnya bergerak dari timur - tenggara dengan kecepatan angin berkisar 8 - 20 knot.
"Kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut Banda dan perairan Jayapura - Sarmi," kata Fara melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 Mei 2024.
Kondisi tersebut, kata Fara, menyebabkan peningkatan gelombang setinggi 1,25 - 2,5 meter berpeluang terjadi di perairan utara Pulau Sabang, perairan barat Aceh - Kepulauan Mentawai, perairan barat Bengkulu - Lampung, Samudra Hindia barat Sumatra, Laut Natuna Utara, Laut Natuna, Selat Karimata bagian utara, Selat Sunda bagian selatan, perairan selatan Jawa - Pulau Sumba - Pulau Sabu, Selat Bali - Lombok - Alas bagian selatan, Laut Jawa bagian tengah - timur, Selat Sumba bagian barat, Samudra Hindia selatan Jawa - NTT, perairan Kepulauan Sangihe - Kepulauan Talaud, Samudra Pasifik utara Papua, perairan Biak, Laut Banda, perairan Kepulauan Aru bagian selatan, perairan Kepulauan Tanimbar, dan Laut Arafuru.
3. Kekeringan Melanda Imbas Krisis Iklim, Peneliti BRIN Sarankan Metode Ini
Peneliti Ahli Utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Irfan Budi Pramono, merekomendasikan mitigasi daerah aliran sungai (DAS) untuk mengatasi masalah persediaan air yang minim. Pengembangan DAS itu berbasis nature base solution (NBS) yang terkait dengan konsep rekayasa ekologi dan adaptasi berbasis ekosistem.
"NBS mengidentifikasi masalah dengan solusi berbasis alam. Artinya alam itu yang mengobati kekurangannya sendiri," kata Irfan dalam agenda Profesor Talk di Gedung BRIN, Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Krisis iklim dengan skala global dikhawatirkan terus menggerus persediaan air di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi yang berkembang setiap tahun ini diperparah peningkatan suhu udara dan kebutuhan akan air bersih. Khusus di Jakarta, tim BRIN menemukan bahwa kebutuhan air untuk masyarakat lebih besar dibanding persediaan yang ada. Dalam setahun, seisi Jakarta membutuhkan 30 ribu liter per detik, namun yang bisa disalurkan ke masyarakat hanya 18 ribu liter air per detik.
Menurut Irfan, NBS terkait dengan praktik restorasi ekologi. Pengelolaan berkelanjutan merupakan kunci dari pengembangan dan implementasi NBS. Solusi ini membutuhkan campur tangan manusia. Reboisasi dan penyediaan lahan resapan air tanah termasuk upaya yang bisa mengoptimalkan NBS.
Pilihan Editor: Lebih dari 300 Peserta Lolos SNBT Tak Daftar Ulang, Unair Gelar Mandiri Reguler