TEMPO.CO, Jakarta - Selain oleh aktivitas gempa bawah laut, tsunami bisa dipicu oleh mekanisme lain yang non-seismik seperti tebing longsor bawah laut, letusan gunung api di laut, ataupun peristiwa meteorologi. BMKG mengakui masih cukup kesulitan mendeteksi kejadian-kejadiannya.
"Secara umum, tsunami non-seismik terjadi ketika material dalam jumlah besar tergelincir ke dalam air, dan menciptakan gelombang," kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi BMKG, Suci Dewi Anugrah, dalam diskusi daring bedah buku Tsunami Bahaya yang Diabaikan, Jumat, 9 Agustus 2024.
Faktor lain pemicu tsunami non-seismik, kata Suci, bisa pula akibat adanya ledakan bawah laut yang dahsyat seperti letusan gunung api. "Ketika kaldera runtuh maka akan meningkatkan volume gelombang permukaan laut," katanya menambahkan.
Contoh tsunami non-seismik yang sampai menimbulkan korban jiwa juga sudah ada di Indonesia. Suci menunjuk tsunami Selat Sunda dan tsunami Palu pada 2018. Yang pertama karena erupsi Anak Gunung Krakatau dan yang kedua sebab longsoran bawah laut.
Pada 28 November 2021, tsunami setinggi satu meter juga terekam akibat letusan gunung api bawah laut di Lembata, NTT. Tapi yang ini tak sampai menimbulkan korban jiwa.
Lokasi bualan pertanda erupsi dari kawah gunung api bawah laut di Lembata, NTT, saat terlihat pada Senin pagi 29 November 2021. Badan Geologi Kementrian ESDM
Diakui Suci, BMKG belum mempunyai sistem yang mumpuni untuk peringatan dini tsunami untuk pemicu non-seismik terebut. Sistem ini baru mulai dikembangkan sejak 2018 dengan cara menyiapkan jaringan monitoring muka air laut. "Karena sejauh ini, untuk mendeteksi tsunami akibat non-seismik hanya bisa mengandalkan jaringan ini," ucap Suci.
Suci menyebut BMKG telah menebar lebih dari 500 sensor ke banyak wilayah di Indonesia untuk memperkuat sistem pengamatan muka air laut. Tujuannya, mempercepat analisis data dan pemantauan ketika ada risiko tsunami, baik itu akibat non-seismik maupun imbas gempa bumi bawah laut.
"Seluruh sistem pemantauan ini diharapkan bisa mendeteksi potensi tsunami lebih cepat dan mengeluarkan peringatan lebih dini sebelum tsunami datang ke daratan," katanya sambil menambahkan, "Supaya dampak korban jiwa tidak terlalu banyak ditimbulkan."
17 Tsunami Besar Indonesia 1674-2018
Suci membeberkan 17 tsunami terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Mereka dikelompokkan karena berdampak korban jiwa lebih dari seratus orang. Berikut ini daftarnya,
1. Tsunami Ambon pada 1674, menyebabkan 2.320 korban jiwa
2. Tsunami Bali pada 1815, menyebabkan 1.200 korban jiwa
3. Tsunami Air Bangis pada 1861, menyebabkan 1.106 korban jiwa
4. Tsunami Krakatau pada 1883, menyebabkan 36.000 korban jiwa
5. Tsunami Seram pada 1899, menyebabkan 2.460 korban jiwa
6. Tsunami Tambu pada 1968, menyebabkan 392 korban jiwa
7. Tsunami Sumba pada 1977, 316 korban jiwa
8. Tsunami Lembata pada 1979, menyebabkan 1.239 korban jiwa
9. Tsunami Flores pada 1992, menyebabkan 2.000 korban jiwa
10. Tsunami Banyuwangi pada 1994, menyebabkan 390 korban jiwa
11. Tsunami Biak Papua pada 1996, menyebabkan 110 korban jiwa
12. Tsunami Aceh pada 2004, menyebabkan lebih dari 200.000 korban jiwa
13. Tsunami Nias pada 2005, menyebabkan 300 korban jiwa
14. Tsunami Pangandaran pada 2006, menyebabkan 668 korban jiwa
15. Tsunami Mentawai pada 2010, menyebabkan 428 korban jiwa
16. Tsunami Palu Donggala pada 2018, menyebabkan 2045 korban jiwa
17. Tsunami Selat Sunda pada 2018, menyebabkan 426 korban jiwa
Pilihan Editor: BRIN Nyatakan Komitmen Kembangkan Teknologi Nuklir dan Siap Jadi Badan Pelaksana