TEMPO.CO, Semarang - Ratusan orang menggelar aksi solidaritas menyusul pemberhentian sementara aktivitas klinis Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu Prajoko, oleh manajemen RSUP Dr Kariadi. Para peserta aksi yang memakai pakaian serba hitam memenuhi tribun lapangan basker Undip pada Senin siang, 2 September 2024.
Dalam aksi itu, para sivitas akademika dan alumni Undip membawa kertas peraga unjuk rasa, salah satunya bertuliskan We Stand with Yan Wisnu Prajoko. Para pimpinan universitas dan fakultas serta guru besar di Undip bergantian menyampaikan orasi. Di ujung aksi yang berlangsung sekitar satu jam ini, para peserta menyanyikan lagu nasional ‘Bagimu Negeri’ dan hymne Undip, sebelum akhirnya membacakan doa.
"Ini wujud soliditas kami. Di sisi lain, keprihatinan kami bersama," kata Yan Wisnu yang hadir di lokasi aksi.
Doa yang dipanjatkan dalam aksi juga tertuju kepada mendiang Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip yang ditengarai meninggal akibat perundungan. Aktivitas klinis Yan Wisnu di RSUP Dr Kariadi dibekukan sejak 28 Agustus 2024. Program Studi Spesialis Anestesi dan Reanimasi juga dihentikan sementara selama proses investigasi kasus kematian Aulia.
Yan Wisnu menerima surat pemberhentian sementara pada Jumat siang, 30 Agustus 2024. Ketika ditanyai kembali mengenai hal tersebut di sela aksi solidaritas, dia enggan menanggapi. "Surat tersebut masih kami bahas dan pelajari dulu," tutur dia.
Kendati irit bicara, Yan sempat mengatakan bahwa kegiatan klinisnya di RS Kariadi sudah berlangsung selama 16 tahun. Dia mengaku menangani sekitar 300 pasien setiap pekan, terutama pasien kanker stadium lanjut. Yan juga berperan sebagai dokter pendidik di rumah sakit tersebut.
"Dosen untuk pendidikan dokter, dokter spesialis, dan sub spesialis," katanya.
Dugaan Pemerasan di PPDS Anastesi Undip
Penghentian sementara praktik PPDS Anastesi Undip di RS Kariadi berkaitan dengan dugaan pemerasan yang ditemukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kebijakan itu diambil sejak 14 Agustus lalu.
Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, menyatakan ada dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi oleh mahasiswa senior kepada Aulia. "Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 juta hingga Rp 40 juta per bulan," kata Syahril dalam keterangan resmi pada Ahad, 1 September 2024, seperti dilansir dari Antara.
Berdasarkan kesaksian yang diterima Kemenkes, pemerasan ditengarai berlangsung sejak Aulia masih duduk di semester 1, atau sekitar Juli hingga November 2022. Aulia yang merupakan dokter muda itu ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan ada pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.
Bukti dan kesaksian soal permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke kepolisian. "Investigasi dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata dia.
Pilihan Editor: Peneliti BRIN: Lokasi Megathrust Umumnya di Sisi Barat Sumatera hingga Selatan Jawa