TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Sora Lokita, mengatakan transisi energi di tingkat global belum mengedepankan asas berkeadilan. Indonesia dan negara berkembang lainnya didorong untuk menurunkan emisi di tengah tekanan politik dan program negara-negara maju yang telah lebih dulu melalui era industrialisasi.
“Jika kita melihat rata-rata emisi CO2 per kapita dan populasi anggota di tingkat global, Indonesia masih berada di angka 2,3. Sementara negara-negara maju tersebut sudah berada di ambang batas rata-rata global 4,5,” katanya dalam Konferensi Nasional Strategi Transisi Energi Berkeadilan di Sektor Transportasi, Rabu, 2 Oktober 2024.
Menurut Sora, pemanfaatan energi di Indonesia masih terfokus pada tiga hal, yaitu pengelolaan industri minyak dan gas, perluasan pemanfaatan bahan bakar hayati, serta eksplorasi potensi penyimpanan CO2. Walau begitu, Sora mengklaim pemerintah tetap berkomitmen mengejar emisi bersih atau net zero emission. Target ini tidak bisa dinegosiasikan.
“Bagaimanapun pemerintah akan memastikan proses transisi ini tetap berjalan dengan prinsip berkeadilan,” kata dia.
Senior Expert Technology and Engineering PT Pertamina Power, Bayu Prabowo, mengatakan transisi energi berkeadilan harus memperhatikan berbagai segmen ekonomi. Sektor transportasi, kata dia, masih didominasi 90 persen moda darat. Sekitar 75 persen dari dominasi tersebut merupakan kendaraan roda dua.
"Pertamina berupaya agar transisi energi ini tidak memunculkan masalah baru dalam akses energi bagi masyarakat,” tutur Bayu dalam acara yang sama.
Untuk kebutuhan transisi energi, dia menyebut Pertamina masih mengembangkan ekosistem bioetanol. Perseroan juga sedang berinovasi dalam hal bahan bakar sektor aviasi, melalui peluncuran Peta Jalan Pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) Indonesia.
Pilihan Editor: Dapat Pendanaan Google, EduFarmers akan Perkuat Koperasi, dan Chatbot AI untuk Petani