TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi mengungkap bahwa memiliki mobil listrik tak berarti memiliki jejak emisi karbon yang lebih rendah. Yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini seperti isi laporan yang ditulis oleh tiga peneliti di Universitas Turku, Finlandia.
Aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca, merupakan kontributor utama krisis iklim saat ini. "Bahkan dengan penerapan solusi ramah iklim seperti kendaraan listrik, jejak karbon tetap menjadi tantangan besar yang harus kita atasi," tertulis di hasil riset tersebut, dikutip dari situs earth.com dan phys.org, Selasa 22 Oktober 2024.
Riset ditulis dalam artikel ilmiah berjudul 'But can it drive to Lapland? A comparison of electric vehicle owners with the general population for identification of attitudes, concerns and barriers related to electric vehicle adoption in Finland' yang terbit di jurnal open-access PLOS Climate pada 2 Oktober 2024. Penulisnya adalah Nils Sandman, Elisa Sahari, dan Aki Koponen.
Ketiganya menggunakan sampel dari 3.857 peserta, termasuk 141 pemilik mobil listrik. Mereka adalah bagian dari ribuan orang dewasa di Finlandia yang telah menjawab kuesioner yang dibagikan pada 2022. Kuesioner dalam survei Climate Nudge itu menyelidiki gaya hidup, penggunaan mobil, sikap lingkungan dan politik, serta jejak karbon rumah tangga dan sikap terhadap mobil listrik.
Hasilnya didapati rata-rata pemilik mobil listrik, yang cenderung lebih kaya daripada rata-rata responden, masih meninggalkan jejak karbon yang cukup besar. Menurut penelitian ini, orang kaya cenderung mengonsumsi lebih banyak listrik, yang sebagian besar diproduksi di pembangkit listrik tenaga batu bara yang menghasilkan karbon.
Selain itu, produksi barang mahal juga berhubungan dengan emisi gas rumah kaca. Lalu kegemaran berkendara dan bepergian lebih banyak, justru meniadakan manfaat mengendarai kendaraan listrik. "Kesimpulannya cukup jelas bahwa kendaraan listrik, meski merupakan langkah ke arah yang benar, bukanlah solusi ajaib untuk mengurangi jejak karbon."
Hasil riset menyebutkan inovasi tidak cukup hanya beralih dari bahan bakar fosil diganti menjadi listrik. Sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin juga disebutkan punya peranan penting. Fungsi penyimpanan baterai dan manajemen jaringan memungkinkan untuk memanfaatkan sumber daya ini secara lebih efisien.
"Dengan demikian, kita dapat menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, bergerak maju menuju keseimbangan yang lebih berkelanjutan," tulis hasil riset tersebut.
Pilihan Editor: PBB Gelar 3 COP Sekaligus Tahun Ini, Apa dan di Mana Saja?