TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berencana meninjau kembali kebijakan pendidikan termasuk Kurikulum Merdeka Belajar, Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi hingga peniadaan Ujian Nasional (UN).
Sebelumnya, usai melakukan serah terima jabatan dengan Mantan Mendikbudristek periode 2019-2024, Abdul Mu'ti menerangkan ia bersama jajarannya akan mengkaji ulang ketiga kebijakan tersebut dengan mendengarkan masukan dari berbagai pihak terkait.
“Jadi soal ujian nasional, soal PPDB zonasi, Kurikulum Merdeka Belajar, apalagi, ya, yang sekarang masih menjadi perdebatan, nanti kita lihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati,” kata Abdul Mu'ti di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat pada Senin, 21 Oktober dilansir dari Antara.
Ia menambahkan pihaknya akan mendengarkan terlebih dahulu masukan dan aspirasi dari kalangan pemerintah daerah, masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan sekaligus pengguna jasa layanan pendidikan, pakar, bahkan para jurnalis terkait kelebihan dan kekurangan tiga kebijakan tersebut sejauh ini.
“Banyak kebijakan yang dilaksanakan selalu ada pro dan kontra. Tapi, tentu saja semuanya akan kami lihat secara keseluruhan, tidak secara tergesa-gesa. Karena itu, saya dalam beberapa waktu ke depan akan minta masukan dari berbagai pihak. Saya berusaha selama memimpin kementerian ini untuk menjadi menteri yang banyak mendengar,” ucapnya.
Menanggapi rencana tersebut, Komisi X DPR RI menyampaikan berada dalam posisi terbuka atau memberikan kesempatan untuk membahas lebih lanjut mengenai rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti kembali menerapkan ujian nasional (UN).
"Kami selalu terbuka ya kepada perubahan, apakah namanya juga UN atau apa," kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Rencana tersebut, kata dia, memang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menjadi hal yang justru ditakuti oleh para siswa, baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun sekolah menengah atas.
"Kalau dulu kan UN itu yang membuat anak jadi stres. Jadi, setiap aturan apa pun pasti ada celah kelemahannya. Nah, ini yang harus kita perbaiki," kata dia.
Selain itu, ia mewanti-wanti agar ke depannya apabila ujian nasional kembali diterapkan, perlu dilakukan pencegahan agar kecurangan tidak terjadi di dalam pelaksanaan ujian tersebut.
Adapun dia juga menyebutkan salah satu sisi baik keberadaan ujian nasional adalah memotivasi siswa agar lebih semangat dalam belajar.
"Memang anak-anak juga mungkin harus diberi semangat supaya dia lebih termotivasi belajar. Jadi, ada kesan kalau tidak ada ujian, itu enggak semangat," ujar dia.
Untuk diketahui, pada era kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau tepatnya pada 2021, UN dinyatakan dihapus. Sebagai gantinya pemerintah memperkenalkan asesmen nasional.
Asesmen itu tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan, melainkan untuk mengukur kualitas pendidikan melalui asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.
ANTARA
Pilihan editor: Ini Mata Pelajaran yang Dulu Diujikan di Ujian Nasional dari SD Hingga SMA Sederajat