TEMPO.CO, Jakarta - Cuaca hujan merata di wilayah Jabodetabek seperti yang terjadi pada Sabtu siang-sore, 2 November 2024, kemungkinan bertahan hingga beberapa hari ke depan. Hujan dipicu oleh pertumbuhan awan hujan yang cukup merata memiliki intensitas ringan hingga sedang.
"Terjadi mulai siang-sore, hingga menjelang malam,” kata Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, saat dihubungi, Sabtu sore.
Menurut Andri, hujan terjadi luas di Jabodetabek setelah menjauhnya Siklon Tropis Kong-Rey ke arah barat laut. Massa udara yang sebelumnya tertarik mendekati sistem siklon tropis di utara wilayah Indonesia tersebut, kini kembali aktif meningkatkan labilitas atmosfer di wilayah Indonesia.
“Akibatnya konvektivitas dan pengangkatan massa udara menjadi lebih aktif, sehingga meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Indonesia termasuk wilayah Jabodetabek,” ujar Andri.
Andri menambahkan, dinamika atmosfer lainnya yang turut berperan dalam meningkatkan curah hujan di wilayah Jabodetabek adalah aktifnya gelombang Rossby Ekuator yang melintasi wilayah Jakarta. Lalu, ada pula dukungan dari potensi kelembapan udara dan labilitas udara yang tinggi, serta adanya konvergensi atau pertemuan udara di sekitar wilayah Jakarta.
Andri menjelaskan, keberadaan Siklon Tropis Kong-Rey di perairan sebelah utara Filipina sebelumnya menyebabkan cuaca panas dan terik di Indonesia. Siklon itu menarik massa udara di sekitarnya, termasuk di Indonesia, sehingga mengurangi potensi pertumbuhan awan hujan, terutama di Indonesia bagian selatan.
Kondisi ini telah diperkirakan sebelumnya, bahwa tidak akan berlangsung lama karena Kong-Rey yang bergerak ke arah barat laut-utara menjauhi wilayah Indonesia, tidak lagi memberi pengaruh tidak langsung pada peningkatan suhu.
Tak hanya wilayah Jabodetabek, Andri menyampaikan, dalam prospek cuaca mingguan periode 31 Oktober-6 November 2024, BMKG memperkirakan wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi berpotensi hujan pada sore hingga menjelang malam. Sebaran hujannya tidak merata dan durasi relatif singkat.
“Hal ini umum terjadi pada masa peralihan dan di awal musim hujan yang diprakirakan terjadi pada awal hingga akhir November mendatang,” tuturnya.
Terpisah, peneliti di Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, juga meminta kewaspadaan atas hujan serupa hari ini untuk 2-3 hari ke depan. Namun Erma belum menunjuk awal musim hujan.
Menurutnya, pemicunya adalah adanya pola geser angin (windshear) akibat aktivitas squall line dari Sumatera menuju Jawa. Windshear disebutnya berpotensi memicu pembentukan fenomena cuaca ekstrem hujan badai dan potensi angin kencang. Adapun squall line dipicu pembentukan mesovorteks di Samudera Hindia dekat pesisir barat Lampung.
"Squall line yang berpola memanjang dari laut ke darat ini juga turut andil dalam menyuplai hujan dari Samudera Hindia menuju Jawa bagian barat," katanya.
Pilihan Editor: Dosen ITB Bicara iPhone 16 Dilarang Masuk Indonesia karena Persoalan TKDN