TEMPO Interaktif, Cancun - Google Inc memperkenalkan teknologi baru yang dapat digunakan untuk melestarikan hutan. Selama ini, upaya perlindungan terhadap kawasan hutan di wilayah Amazon, Indonesia dan Kongo selalu terkendala soal penyakit pada pohon, pembalakan liar, dan korupsi. Akibatnya para ilmuwan tak dapat memonitor kondisi di wilayah itu.
Dalam Konferensi Perubahan Iklim di Cancun, Meksiko kemarin, Google merilis platform Google Earth Engine yang memungkinkan para ilmuwan untuk memonitor hutan dari komputer mereka dalam hitungan detik. Gambar hutan yang ditampilkan layanan ini diambil melalui satelit milik Amerika Serikat dan Prancis kemudian dimasukkan ke pusat data dengan menggunakan teknologi komputasi awan (cloud computing).
Google juga menawarkan perangkat itu untuk dijual kepada para pedagangan karbon, pembuat kebujakan dan para peneliti di bidang kehutanan. "Dengan platform ini, negara donor dan negara berkembang memiliki alat dan data yang sama," kata Engineering Manager Google Earth Engine, Rebecca Moore, seperti dikutip Reuters, hari ini.
Seorang ahli kehutanan dari World Wildlife (WWF), FundGerry Steinlegger mengatakan platform yang menyebarkan data melalui satelit itu bermanfaat untuk membangun kepercayaan antarnegara donor dan berkembang karena menampilkan data yang sama mengenai upaya pelestarian hutan di negara tersebut. "Lebih praktis dan mengurangi biaya pengawasan hutan," katanya.
Selama dua tahun ke depan, Google melalui unit filantropinya, Google.org akan memberikan layanan 10 jam kepada negara-negara berkembang untuk dapat mengakses data dari Google Earth Engine.
Baca Juga:
Reuters|Rini K