TEMPO.CO , Yogyakarta - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menciptakan sebuah alat pendeteksi gempa sederhana guna keperluan mitigasi di daerah rawan bencana. Alat yang diberi nama Early Earthquake Warning System itu diciptakan dengan basis mikrokontroler ATmega 8 dan output berupa suara sirine.
Tim yang beranggotakan Asep Abdul Syukur, Rahmat Hidayat, dan Muh Nana Aviciena itu mengungkapkan meski dengan kemajuan teknologi saat ini alat pendeteksi gempa telah diciptakan dengan berbagai model dan kelas, seringkali alat-alat itu dalam pembuatannya membutuhkan dana yang tidak sedikit bahkan membutuhkan waktu serta pengujian yang lama.
“Di samping itu, tidak semua orang bisa membuatnya karena memerlukan keahlian khusus,” kata Asep, Selasa, 3 Juli 2012.
Oleh karena itu, demi keperluan yang ada, alat pendeteksi gempa bumi sederhana ini pun diciptakan agar masyarakat dari berbagai kelas sosial dapat membuatnya secara mandiri demi pengamanannya dan biayanya murah.
Asep menuturkan pembuatan alat ini cukup mudah karena menerapkan sistem rangkaian listrik tertutup. Artinya, tidak menerapkan sistem rangkaian atau instalasi listrik yang rumit. Peralatan yang dipergunakan yaitu pegas, karet paralon, pipa besi, tiang aluminium, toa atau speaker, aki, modul bunyi, dan lain-lain yang dapat ditemukan di pasaran secara luas.
Karakteristik kerja dari alat ini menerapkan prinsip hukum Hooke, getaran yang terjadi pada suatu pegas. Selain itu, inti dari alat ini pun tidak sulit dibuat dan dicari karena hanya membutuhkan pegas yang bagus.
“Pada saat terjadi getaran, pegas itu akan bergerak dan menyalakan sakelar sirine yang telah diatur pada rangkaian listriknya,” kata dia.
Rahmat menuturkan Early Earthquake Warning System dapat dibangun dengan perangkat keras (hardware) sistem minimum ATmega8 sebagai input/output ataupun timer, satu buah push button yang digunakan sebagai tombol reset data.
Mekanik sensor yang dirancang dengan sistem pegas berbeban sebagai saklar elektronik. Sistem driver modul sirine menggunakan model relay SPDT dan penggunaan catu daya dengan model aki yang dapat dideteksi status keadaan baterainya. “Software (perangkat lunak) yang digunakan dalam sistem ini menggunakan compiler CodeVision AVR dengan pemrograman bahasa C,” kata dia.
\"Program ini telah berhasil mendeteksi setiap getaran yang dihasilkan pada sistem sensor, tampilan pada LCD dan push button sebagai tombol pengatur menu,” kata Rahmat. Unjuk kerja Early Earthquake Warning System dapat mendeteksi getaran gempa yang ada di dalam tanah dengan menggunakan kerja pegas berbeban sebagai saklar elektronik.
Selanjutnya, modul sirine akan mengeluarkan output berupa suara dan lampu yang akan bekerja saat terjadi gempa selama 2 jam sesuai dengan standar yang ada. Alat ini telah diuji dan disimulasi pada rumahan gempa Taman Pintar Yogyakarta dengan skala 4 Richter. Frekuensi gempa yang dapat terdeteksi pada alat ini adalah 12 Hz.
PRIBADI WICAKSONO
Berita lain:
Diduga Jual BlackBerry Palsu, Toko Ponsel Disomasi
UGM Buat Kamus Kedokteran Bahasa Jawa
Kiamat Internet Enam Hari Lagi
Mengapa Kafein Bikin Otot Orang Tua Lebih Kuat?
Gara-Gara Detik Kabisat, Berbagai Situs Terkapar