TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kematian seorang wanita akibat infeksi H10N8 di Kota Nanchang, Cina, pada akhir tahun lalu menarik perhatian para ilmuwan Cina. Kemunculan perdana strain baru virus flu burung itu tidak mustahil berpotensi menjadi pandemi.
Para ilmuwan yang telah mempelajari H10N8 mengatakan strain anyar itu cukup berbahaya. Virus itu telah mengembangkan beberapa karakteristik genetik yang memungkinkan replikasi secara efisien dalam tubuh manusia.
Kemampuan itu bisa berujung pada penyebaran virus antarmanusia. Para ilmuwan di Cina mengkhawatirkan hal itu, meski sejauh ini belum ada kasus yang mengkonfirmasinya.
Dr Mingbin Liu dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kota Nanchang menyatakan kekhawatirannya menyusul kasus kedua infeksi H10N8 di Provinsi Jiangxi pada 26 Januari lalu.
"Ini menjadi perhatian besar karena membuktikan bahwa virus H10N8 terus beredar dan dapat menginfeksi lebih banyak manusia pada masa depan," kata dia seperti dikutip BBC Nature, Kamis, 6 Februari 2014.
Kekhawatiran Dr Mingbin diragukan oleh Dr Linda Klavinskis, dosen senior bidang immunobiologi di King College London. Ia mengatakan sejauh ini belum ada ancaman langsung infeksi H10N8 antarmanusia.
Pendapat serupa dilontarkan Dr John McCauley, Direktur Pusat Kolaborasi untuk Influenza Badan Kesehatan Dunia. Menurut McCauley, potensi epidemi dari infeksi virus H10N8 di Cina belum signifikan. "Tidak jelas apakah virus influenza dari subtipe H10N8 memiliki karakter berbeda," ujarnya.
Meski begitu, McCauley tetap memilih untuk mewaspadai perkembangan virus H10N8. Para ilmuwan patut belajar dari kasus infeksi virus influenza hewan H7N9 yang ternyata terus meningkat setiap hari.
"Sebelumnya kami tidak pernah mengira bahwa infeksi H7N9 bisa sangat mematikan. Sekarang kami juga harus mempertimbangkan infeksi H10N8," ujar dia.
Direktur Wellcome Trust Dr Jeremy Farrar cukup mencermati kekhawatiran Dr Mingbin. Menurut Farrar, setiap virus yang sukses melintasi penghalang spesies dari burung atau hewan ke manusia patut selalu diwaspadai.
"Kita harus sangat khawatir ketika virus menunjukkan kapasitas untuk meniru dengan mudah atau menjadi virulen dan resisten terhadap obat," kata dia.
BBC NATURE | MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita Lain:
Microsoft Vs Google, Siapa Lebih Unggul?
Telkom Bangun Data Center Seluas 10 Hektare
Microsoft Investasi Rp 180 Miliar di Foursquare
Langkah Pertama Nadella Sebagai CEO Microsoft
Flappy Bird, Game Terpopuler yang Bikin Stres