TEMPO.CO, Surabaya - Doktor alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Sahudi Salim, menyarankan, pemerintah memberikan solusi terhadap alat Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) temuan Warsito P. Taruno.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dapat memfasilitasi teknologi ECCT sebagai terapi pasien kanker melalui pendekatan paliatif.
Sahudi menjelaskan, walaupun diperuntukkan bagi mereka yang harapan hidupnya tipis, alat itu setidaknya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka menjelang kematian. “Mungkin akhirnya meninggal, tapi menambah kualitas hidup mereka. Bahkan tidak jarang yang semula divonis tinggal 3 bulan, bisa bertahan sampai 1,5 tahun,” kata Sahudi kepada Tempo di RSUD dr. Soetomo, Surabaya, Kamis, 3 Desember 2015.
ECCT juga bisa digunakan sebagai terapi ajuvan alias terapi pelengkap. Dengan didampingi oleh dokter, pasien kanker dapat menggunakan ECCT sebagai terapi tambahan di samping tindakan medis seperti operasi dan kemoterapi.
“Indonesia bisa belajar kepada Jepang dan Amerika Serikat. Di Jepang, ECCT seperti buatan Warsito digunakan di klinik medis bernama Saisesi Mirai Clinics dengan pendampingan para dokter. Klinik riset itu menggunakan alat terapi kanker ECCT pada pasien jaringan klinik di Tokyo, Osaka, Kyoto, dan Keihan, yang dikelola Dr Toshio Inui. “Pihak Saisei Mirai Clinics sempat menghubungi saya dan membaca hasil disertasi saya soal alat itu. Mereka mengakui penelitian saya, sama-sama dokter jadi cepat mengerti.”
Dalam disertasinya yang berjudul “Mekanisme Kematian Sel Akibat Pajanan Medan Listrik Energi Lemah dengan Frekuensi Menengah” itu, Sahudi membuktikan efek pajanan medan listrik voltase rendah dari alat Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) temuan Warsito P. Taruno terhadap kematian tiga macam kultur sel kanker.
Di Amerika Serikat ada Novocure, temuan Yoram Palti. Orang Israel itu difasilitasi dengan diberi tempat khusus menerima pasien kanker. Novocure boleh diterapkan kepada pasien kanker tanpa perlu melalui mekanisme penelitian in vitro dan in vivo. “Sambil menunggu penelitian in vitro dan in vivo, alat ini boleh diterapkan kepada manusia dengan syarat tertentu."
Pasien yang datang rata-rata ialah pasien dengan stadium lanjut yang memiliki angka harapan hidup kecil. “Terapinya dilakukan pada pasien kanker otak jenis glicoblastoma multiforma yang sudah hopeless, yang sudah tidak mempan dengan terapi konvensional.” Alat ini sudah dapat sertifikasi dari Food and Drug Administrations.
Jenis teknologi yang digunakan pun mirip dengan ECCT ala Warsito, yakni menggunakan energi listrik bertegangan rendah, antara 20-40 volt dengan frekuensi menengah antara 100 kHz-300 kHz. "Bedanya, Novocure harus ada kontak langsung, sedangkan ECCT tidak perlu."
ARTIKA RACHMI FARMITA