TEMPO.CO, Surabaya - Dokter Universitas Airlangga yang menulis disertasi mengenai kemampuan alat Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) dalam membunuh kanker, menyayangkan reaksi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kesehatan. Meski akhirnya memutuskan mengevaluasi klinik Warsito selama 30 hari, pemerintah pusat seharusnya mampu menjembatani antara pihak dokter dan ilmuwan.
“Itu bukan akhir yang buruk. Pemerintah seharusnya memberi solusi, jangan dimatikan tapi diatur,” ujar Sahudi Salim saat ditemui Tempo di RSUD dr Soetomo, Surabaya, Kamis, 3 Desember 2015.
Dokter spesialis bedah kepala dan leher itu mengakui, hasil disertasi temuan Warsito P. Taruno menjadi bola panas dan membangkitkan lagi perang dingin antara kalangan dokter dan ilmuwan. “Saya harap Kemenkes tidak terombang-ambing oleh kepentingan dari luar. Kalau dia (Warsito) diusir, bisa diambil negara lain.”
Di kalangan dokter, penemuan Warsito sangat mengejutkan. Selama ini, kanker dikenal sebagai penyakit yang paling sulit ditaklukkan, paling banyak membunuh manusia, dan mahal. Dunia kedokteran baru mengakui tiga metode baku, yaitu bedah, radioterapi, dan kemoterapi.
Lalu tiba-tiba ada orang yang bukan dokter dengan gampang mengklaim bisa menyembuhkan dengan alat terapi kanker. “Bagi para dokter ini mengagetkan. Banyak dokter yang meminta kliniknya ditutup.”
Sahudi menyarankan agar pemerintah bersikap bijak dan mampu menjembatani kedua belah pihak. Pemerintah sebaiknya belajar dari negara-negara maju dalam menyikapi penemuan di bidang kesehatan seperti temuan Warsito yang berlatar belakang fisika. Sahudi menyebutkan Jepang dan Amerika Serikat sebagai contoh baik dalam memfasilitasi teknologi serupa.
Ia menceritakan, di Amerika Serikat ada alat bernama Novocure, temuan Yoram Palti. Yoram diberi tempat khusus menerima pasien kanker. Tidak perlu melalui mekanisme penelitian in vitro dan in vivo. Namun mereka menerapkan syarat tertentu pasien yang boleh datang menjalani terapi dengan Novocure itu.
Pasien yang datang rata-rata ialah pasien dengan stadium lanjut. Terapinya dilakukan pada pasien kanker otak jenis glicoblastoma multi forma yang sudah tidak mempan dengan terapi konvensional. “Di AS, alat ini sudah dapat sertifikasi dari Food and Drug Administrations (FDA).”
Menurut Sahudi, pada dasarnya, alat ECCT temuan Warsito aman, karena energi yang digunakan ialah energi listrik yang sangat rendah. Dalam disertasi yang berjudul “Mekanisme Kematian Sel Akibat Pajanan Medan Listrik Energi Lemah dengan Frekuensi Menengah”, Sahudi membuktikan efek pajanan medan listrik voltase rendah terhadap tiga macam kultur sel kanker. Sel Hela, sel Kanker Rongga Mulut, dan sel Mesenkim Sumsum Tulang.
Sel-sel itu dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing delapan replikasi, yaitu kelompok perlakuan yang dipajan dengan ECCT selama 24 jam dan kelompok kontrol. Hasilnya sel kanker mati secara signifikan, sedangkan nonkanker seperti sel-sel kontrol lainnya yang dibutuhkan tubuh, masih hidup.
ARTIKA RACHMI FARMITA