Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gerhana Matahari 1983: 'Jangan Tatap Langit, Bisa Buta'  

image-gnews
Gerhana matahari total di Tanjung Kodok, Jawa Timur, 1983. Dok.TEMPO/Ilham Soenharjo
Gerhana matahari total di Tanjung Kodok, Jawa Timur, 1983. Dok.TEMPO/Ilham Soenharjo
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sabtu Pon 11 Juni 1983, pukul 09:49, penduduk kawasan Pangandaran, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat mendapat kesempatan pertama menyaksikan gerhana matahari sempurna. Gerhana tersebut "berjalan" melengkung ke arah timur laut, melintasi tak kurang dari 22 kota antara lain Yogyakarta, Semarang, Cepu, Surabaya dan berakhir di Ujungpandang.

Daerah-daerah tersebut, yang diperkirakan berpenduduk 40 juta orang, pada saat itu gelap total selama 5 menit 11 detik. Karena peristiwa tersebut sangat langka, tentu banyak orang ingin menyaksikannya. Namun ternyata ada pro dan kontra di antara para ahli mengenai boleh tidaknya masyarakat awam menyaksikan gerhana tersebut.

Sebab apabila alat yang dipergunakan kurang baik, sehingga ada secercah saja cahaya matahari yang langsung mengenai mata, alat penglihatan tersebut bakal rusak alias buta. Prof. Dr. Sugana Tjakrasuganda, misalnya, mengimbau agar masyarakat awam tidak usah melihat gerhana matahari tanpa alat pengaman. Ahli mata terkemuka dari Bandung itu menyatakan kebutaan yang diakibatkan karena melihat matahari tersebut tidak ada obatnya.

Ia mengkhawatirkan penduduk yang sangat awam di pedesaan bakal menjadi korban kerusakan mata tersebut. "Karena hari tiba-tiba gelap, mereka ingin melihat matahari. Pada saat itulah matanya rusak dan mereka tidak menyadarinya. Sebab mereka tidak merasakan sakitnya," kata bekas kepala RIS Mata Cicendo, Bandung, itu, seperti diterbitkan majalah TEMPO edisi 19 Maret 1983.  

Pelarangan tersebut, menurut Sugana, merupakan upaya pencegahan kemungkinan terjadinya jutaan yang bakal menimpa sekitar 10% dari 40 juta penduduk di kawasan yang dilintasi gerhana total tersebut. Kalaupun misalnya disediakan alat pengaman, semacam kaca mata khusus, belum tentu mereka mampu membelinya. Sementara bila mereka dianjurkan membuatnya sendiri, Sugana khawatir mutu alat tersebut rendah. "Lebih baik melihat siaran televisi saja. Kalau tidak punya televisi, ya lebih baik tidak usah melihat," katanya lagi.

Pendapat tersebut didukung oleh Dr. Andrianto Handojo, ketua Jurusan Fisika ITB. Tapi menurut Andrianto, yang sangat berbahaya sesungguhnya bukan peristiwa gerhananya, melainkan pancaran cahaya matahari yang langsung mengenai mata. Hal ini juga sama berbahayanya dengan menatap matahari dalam keadaan tidak gerhana.

Yang paling berbahaya dalam gerhana matahari sempurna ini ialah menjelang saat gerhana akan berakhir, yaitu tatkala matahari berbentuk sabit setelah tertutup sempurna oleh sang bulan. "Pada saat keadaan sekitar kita gelap, pupil mata membesar, berusaha menembus kegelapan. Ketika bagian matahari yang berbentuk sabit itu muncul, terpancarlah cahayanya langsung mengenai mata yang melihat peristiwa gerhana tersebut, padahal pupil mata masih dalam keadaan membesar. Saat inilah yang paling berbahaya. Karena itu berhati-hatilah, nasihat Adrianto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prof. Dr. Bambang Hidayat, ahli astronomi itu, bukan tidak manyadari bahaya tersebut. Wakil ketua Panitia Nasional Gerhana Matahari 1983 itu menyatakan bukan hanya 40 juta penduduk saja yang terancam, melainkan 130 juta rakyat Indonesia. "Sebab bukan hanya penduduk di daerah yang dilintasi gerhana saja yang ingin melihat. Tapi siapa yang dapat melarang orang datang ke tempat yang dilewati gerhana untuk melihat peristiwa yang sangat langka itu?" katanya.

Karena itu Bambang lebih cenderung memberikan penerangan seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya kepada khalayak tentang bahaya gerhana itu. Dengan penerangan yang efektif, ia yakin bahaya kebutaan bisa dihindari. Sebagai contoh gerhana matahari sempurna yang terjadi pada 1976 di Australia hanya mengakibatkan kebutaan pada 2 orang.

Sebaliknya gerhana matahari sempurna pada 1912 di Jerman, Rusia dan Swedia membikin buta 3.500 orang karena penerangan yang tidak efektif. Untuk mendapatkan kesepakatan pendapat mengenai hal tersebut Bambang Hidayat mengusulkan pertemuan di antara para ahli.

Pertemuan tersebut akhirnya dilangsungkan Selasa pagi minggu lalu di kantor LIPI, Jalan Cik Di Tiro, Jakarta Pusat. Para ahli bersepakat bahwa yang terpenting ialah bagaimana memberikan penerangan yang efektif dan merata kepada seluruh rakyat agar mereka tidak menatap langsung matahari. Mereka tidak setuju pemakaian sesuatu alat (baik yang impor maupun bikinan sendiri) sebab mutunya sulit dikontrol.

TIM TEMPO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

36 menit lalu

Aksi buruh pada peringatan May Day di Taman Cikapayang, Bandung, Jawa Barat, 1 Mei 2024. Selain diikuti buruh atau pekerja aksi ini diikuti oleh para pekerja informal, mahasiswa, dan aktivis, dan komunitas, untuk menggaungkan masalah dampak omnibus law pada masalah lingkungan, upah, hak pekerja, sampai konflik lahan. TEMPO/Prima mulia
KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.


Agar Peserta Tetap Rapi, Panitia UTBK SNBT 2024 Sediakan Kemeja dan Sepatu Pinjaman

1 hari lalu

Petugas menyiapkan perangkat komputer untuk pelaksanaan UTBK-SNBT di Universitas Pembangunan Nasional
Agar Peserta Tetap Rapi, Panitia UTBK SNBT 2024 Sediakan Kemeja dan Sepatu Pinjaman

Mengatasi peserta yang berpakaian kurang pantas, panitia UTBK SNBT 2024 menyediakan kostum pinjaman, umumnya berupa kemeja dan sepatu.


Cara Panitia Pengawas UPI hingga Unpad Cegah Upaya Kecurangan UTBK

1 hari lalu

Ilustrasi UTBK (ujian tulis berbasis komputer). TEMPO/Prima Mulia
Cara Panitia Pengawas UPI hingga Unpad Cegah Upaya Kecurangan UTBK

Pusat Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) di Bandung menerapkan berbagai macam cara untuk mengantisipasi kecurangan saat UTBK SNBT 2024


Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

1 hari lalu

Tirta Mandira Hudhi alias dr. Tirta mengikuti wisuda setelah lulus program magister administrasi bisnis atau MBA dari ITB. (Dok. Humas ITB).
Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

Bersama lulusan lain, dokter Tirta menghadiri Sidang Terbuka Wisuda Kedua ITB Tahun Akademik 2023/2024 di Gedung Sabuga, ITB.


Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

1 hari lalu

Rumah yang rusak akibat Gempa Garut. Dok. Humas BNPB
Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar


ITB Siap Gelar UTBK SNBT 2024, Peserta Disarankan Datang Pakai Angkutan Umum

3 hari lalu

Kampus ITB Jatinangor. Dokumentasi: ITB.
ITB Siap Gelar UTBK SNBT 2024, Peserta Disarankan Datang Pakai Angkutan Umum

ITB siap 100 persen menggelar UTBK SNBT 2024.


Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

3 hari lalu

Ketua RT8/RW4 Kelurahan Malaka Jaya, Taufiq Supriadi, ketika ditemui Tempo pada Senin, 22 April 2024.
Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

Salah satu Rukun Tetangga (RT) di wilayah Jakarta Timur kini tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).


Budi Gunadi Sadikin Terpilih sebagai Ketua Majelis Wali Amanat ITB

5 hari lalu

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pemaparan saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 November 2023. Rapat tersebut membahas isu faktual Penanganan korban Gangguan Ginjal Akut (GGAPA), penanganan penyakit menular di Indonesia seperti dengue, tuberkulosis, monkey pox, hepatitis, dan penanganan penyakit tidak menular seperti kesehatan jiwa, diabetes, dan kanker, serta penanganan beberapa kasus malpraktik di rumah sakit. TEMPO/M Taufan Rengganis
Budi Gunadi Sadikin Terpilih sebagai Ketua Majelis Wali Amanat ITB

Pemilihan Budi Gunadi Sadikin itu berlangsung secara musyawarah untuk mufakat dalam rapat pleno perdana MWA ITB di Gedung Kemenristekdikti.


Biaya Kuliah ITB 2024 Jalur SNBP, SNBT, dan Mandiri

8 hari lalu

Ilustrasi kampus ITB.Instagram
Biaya Kuliah ITB 2024 Jalur SNBP, SNBT, dan Mandiri

Rincian perkiraan biaya kuliah jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri ITB tahun akademik 2024


Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

10 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Penulisan jurnal ilmiah bagi dosen akan membantu menyumbang angka kredit dosen, meskipun tak wajib publikasi di jurnal Scopus.