TEMPO.CO, Jakarta - Untuk mengatasi masalah bagaimana memberi makan populasi penghuni bumi yang terus meningkat, Perserikatan Bangsa-Bangsa punya solusi yang sedikit aneh, paling tidak bagi warga Barat, yaitu memakan serangga.
Badan Pangan Dunia (FAO), organisasi yang berada di bawah PBB, mempertimbangkan entomophagy, yaitu praktek memakan serangga, sebagai cara untuk mengatasi kelaparan. Dalam laporan setebal lebih dari 200 halaman, FAO memberi penaksiran komprehensif tentang serangga dan potensinya sebagai sumber pangan bagi manusia dan ternak.
"Pada 2050, dunia akan dihuni oleh 9 miliar orang. Untuk mendukung sekian banyak orang, produksi pangan yang diperlukan hampir dua kali lipat," demikian bunyi laporan tentang prospek serangga untuk ketahanan pangan dan makanan itu. "Kita harus menemukan cara baru untuk menghasilkan makanan."
Louis Sorkin, ahli entomologi di American Museum of Natural History di New York City, sekaligus pendukung praktek memakan serangga, menyatakan entomophagy telah mencapai momentum selama bertahun-tahun. Laporan FAO dan sejumlah buku yang dipublikasikan dalam 20 tahun terakhir, yang menampilkan foto dan resep memasak serangga, kata Sorkin, adalah bagian dari penerimaan praktik memakan serangga.
"Warga yang tinggal di belahan Barat juga harus memakannya," kata Sorkin, seperti dikutip laman Live Science.
Meski banyak orang Barat mungkin menganggap ide itu menjijikkan, FAO memperkirakan, serangga telah menjadi menu makanan tradisional bagi dua miliar orang.
Larva dari pohon sagu adalah penganan lezat bagi orang yang tinggal di wilayah tropis, begitu pula cacing mopane di selatan Afrika; larva wasp jaket kuning di Jepang; dan belalang chapulines di Oaxaca, Meksiko.
Kumbang dan larvanya adalah kelompok serangga yang paling banyak dikonsumsi. "Saya paling menyukai belatung kumbang. Mereka lebih lunak," kata Sorkin. "Mereka belum memiliki kerangka luar dan lebih punya rasa."
Serangga juga menawarkan manfaat lingkungan karena mereka dapat mengubah makanan menjadi massa tubuh jauh lebih efisien daripada ternak. Berbeda dengan ayam, babi, dan sapi, serangga bukan hewan berdarah panas sehingga tak perlu mengeluarkan energi agar tetap hangat.
LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB