TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, mengingatkan pentingnya koordinasi terarah untuk melawan ancaman radioaktif dan nuklir.
"Ancaman terorisme, kriminalitas yang melibatkan material zat radioaktif atau bahan nuklir, harus menjadi perhatian bersama," kata Nasir di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2016.
Menteri Nasir mengatakan itu dalam acara yang digelar Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dengan tema, "Membangun Sinergi Sistem Keamanan Nuklir Nasional untuk Menghadapi Aksi Kriminal dan Terorisme yang Melibatkan Zat Radioaktif dan Bahan Nuklir".
Kejadian bom Sarinah beberapa waktu lalu, yang menggunakan serangan senjata dan bom konvensional menjadi salah satu pemacu pentingnya perhatian pemerintah pada ancaman terorisme. "Bayangkan, jika mereka menggunakan material zat radioaktif atau bahan nuklir," kata dia.
Material yang mengandung radioaktif dan bahan nuklir berpotensi besar memasuki wilayah Indonesia melalui pelabuhan. Bapeten, bekerja sama dengan Bea Cukai dan Dinas Perhubungan, telah melakukan tindakan preventif dengan memasang teknologi Radiation Portal Monitor (RPM) di beberapa pelabuhan utama Indonesia sejak 2005 lalu.
RPM dapat mendeteksi zat radioaktif dan nuklir dalam kendaraan, kontainer, maupun individu yang melintasinya. Pemasangan teknologi ini dilakukan mengingat Indonesia dapat menjadi negara sasaran dan sebagai negara transit terorisme. "Sama seperti perdagangan narkoba, mereka masuk Indonesia dulu baru ke Australia," kata Sekretaris Utama Bapeten, Hendriyanto Hadi Tjahyono.
Saat ini pelabuhan yang terpasang RPM adalah Pelabuhan Batu Ampar Batam, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Sumatera Utara, Pelabuhan Bitung Sulawesi Utara, dan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.
Komitmen untuk meningkatkan keamanan terhadap bahaya radioaktif dan nuklir ini juga sesuai dengan kesepakatan pertemuan Nuclear Security Summit (NSS) di Washington DC, Amerika Serikat, 31 Maret-1 April 2016.
Salah satu delegasi Indonesia adalah Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla. Tercatat 52 negara, termasuk Indonesia, menyetujui perjanjian NSS 2016 yang berkomitmen untuk menguatkan keamanan nuklir yang efektif untuk tingkat nasional, regional, dan global.
TANE HADIYANTONO (MAGANG)