TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah kasus flu burung tahun ini kembali naik. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, hingga 30 April lalu, sudah tercatat 148 kasus flu burung. Padahal sepanjang tahun lalu hanya tercatat 123 kasus. Jawa Barat menjadi wilayah yang paling rawan flu burung.
Direktur Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, mengatakan penyakit flu burung kembali terjadi di daerah yang diwaspadai karena pernah terkena kasus serupa pada 2015. “Jawa, terutama kawasan Jawa Barat, adalah sumber utama letupan penyakit flu burung karena jumlah peternakannya lebih banyak dibanding daerah lain,” kata Diarmita dalam jumpa pers di Kementerian Pertanian, Senin, 16 Mei 2016.
Sejak 2007, jumlah kasus flu burung terus menurun. Pada 2007, tercatat 2.751 kasus. Sedangkan pada 2015 tinggal 123 kasus flu burung. Total unggas yang mati akibat virus avian sejak Januari lalu mencapai 77.211 ekor.
Di Jawa Barat, sudah terjadi 56 kasus flu burung atau hampir sepertiga dari total kasus nasional sepanjang tahun ini. Padahal selama 2015 hanya terjadi 35 kasus. Serangan flu burung terjadi di Depok, Bekasi, Subang, Indramayu, Majalengka, Kota Tasikmalaya, Purwakarta, dan Kuningan. Sejak Januari lalu, lebih dari 15 ribu ekor unggas di Jawa Barat mati akibat flu burung.
Daerah rawan flu burung lainnya dengan lebih dari dua kasus adalah Lampung, 26 kasus, Sulawesi Selatan (20), Kalimantan Utara (14), Jawa Tengah (7), Jawa Timur (6), dan Banten (5). “Wilayah Jawa ini biang kerok avian influenza,” kata Diarmita. “Jika lalu lintas distribusi unggas tidak dijaga ketat, penyakitnya menyebar ke mana-mana.”
Selain masalah perawatan di level peternak, kenaikan kasus flu burung disebabkan antara lain oleh lemahnya pengawasan jalur distribusi unggas dan efek perubahan cuaca yang ekstrem. “Pasar tradisional yang menjual ayam hidup itu rentan jadi sumber peredaran virus avian,” kata Diarmita.
Menurut Diarmita, peredaran unggas di Indonesia sangat kompleks. Banyak unggas yang dijual di pasar berasal dari peternakan-peternakan kecil yang berpotensi terinfeksi virus flu burung. “Kalau peternakan besar itu mudah mengawasinya dan mereka umumnya juga waspada karena ini berkaitan dengan bisnis,” kata Diarmita. “Yang repot itu mengawasi unggas dari peternakan belakang rumah.”
Menurut M. Azhar, Koordinator Unit Respons Cepat Penyakit Hewan Menular Strategis Kementerian Pertanian, para peternak atau pemilik unggas rumahan seharusnya waspada bahwa penyakit flu burung masih ada dan berpotensi menyebar.
Azhar mengatakan, pemeliharaan, kebersihan kandang, dan vaksinasi unggas harus dijaga. Unggas rumahan, seperti ayam kampung yang dipelihara warga, harus ditempatkan dalam area berpagar. "Selama ini banyak membiarkan berkeliaran ke mana-mana, kotorannya juga tersebar. Ini yang berisiko tinggi terhadap flu burung," kata Azhar.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA