Hasil studi itu diakui lebih merupakan konfirmasi ketimbang sesuatu yang mengejutkan bahwa dalam 15 tahun terakhir. Hasil panen gandum di Eropa dan wilayah utama lain seperti India utara mencapai stagnan. François Houllier, pejabat deputi direktur jenderal INRA untuk urusan organisasi ilmiah menyatakan hal itu sebagian disebabkan oleh penurunan input seperti pupuk dan perubahan dalam praktek pertanian. “Contohnya, para petani berhenti melakukan pergantian tanaman gandum dengan tanaman kacang-kacangan, yang memfiksasi nitrogen dalam tanah,” katanya.
Studi yang meliputi riset dan studi dua lembaga itu mengumpulkan sekitar 30 miliar data statistik dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Kesimpulannya, dunia akan mampu memberi makan populasi dunia, yang saat ini 7 miliar orang, dan akan melonjak menjadi sembilan miliar orang pada 2050.
Kesimpulan itu diambil dari dua skenario. Skenario pertama menekankan pertumbuhan ekonomi, tapi memberikan prioritas rendah pada lingkungan sedangkan skenario lain mementingkan kebutuhan untuk memberi makan sekian banyak penduduk dunia, tapi tetap melestarikan ekosistem.
Skenario kedua tersebut didasari oleh asupan pangan 3.000 kcal per orang tiap hari di seluruh wilayah bumi, termasuk 500 kcal/hari dari sumber pangan hewani, yang membutuhkan peningkatan 30 persen hasil produksi peternakan dibanding 80 persen dalam skenario pertama. Itu berarti akan ada pemangkasan konsumsi pangan besar-besaran di sejumlah negara dan peningkatan besar di negara lain.
Angka 3.000 kcal/hari adalah rata-rata asupan pangan individu dunia saat ini, dengan konsumsi berkisar dari 4.000 kcal/hari di negara industri anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) hingga kurang dari 2.500 kcal/hari di negara-negara Afrika yang terletak di selatan Gurun Sahara.
Laporan itu memang tak memperhitungkan isu detail, seperti penggunaan lahan, perubahan iklim, dan biofuel, yang akan diteliti lebih lanjut dalam studi mendatang serta melibatkan pakar dalam berbagai disiplin ilmu. Kedua lembaga itu menekankan bahwa laporan ini tidak dapat dijadikan rekomendasi untuk pengambilan kebijakan. “Itu bukan tugas kami,” kata salah seorang pejabat INRA. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi masalah pertanian yang harus diantisipasi oleh komunitas peneliti internasional.
Perubahan kebutuhan pangan, standar kehidupan iklim, dan faktor lain membutuhkan riset yang lebih mendalam. Kedua lembaga itu telah mengawali beberapa program menanggapi masalah yang muncul dalam studi mereka. Termasuk di dalamnya, proyek kelestarian pangan, memperpanjang usia produksi binatang, regulasi pasar pangan, dan penggunaan konsorsium internasional untuk mengembangkan strategi produksi baru untuk padi, gandum, dan serealia lainnya. Salah satu prioritas utama lainnya adalah pemodelan penggunaan lahan.
NATURE | INRA | AMRI MAHBUB