TEMPO.CO, Bandung - Burung masih menjadi masalah penerbangan di Indonesia. Darji, Quality Manager of Head Angkasa Pura l, mengatakan, setiap tahun, selalu ada laporan masuk mengenai kerusakan mesin pesawat akibat burung yang tersambar saat proses penerbangan berlangsung.
Meskipun di Indonesia belum pernah ada kasus pesawat jatuh karena burung, pihak Angkasa Pura l tetap meminta kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk meneliti penanggulangan hal tersebut.
"Kami meminta LIPI meneliti lebih lanjut cara apa yang harus digunakan untuk mengusir burung agar masalah penerbangan berkurang. Memang di Indonesia belum ada kasus pesawat jatuh oleh burung karena burung di kita ukurannya kecil, paling merusak mesin pesawat saja. Namun, untuk antisipasi, kita tetap ingin meneliti lebih lanjut cara terbaik mengusir burung-burung itu," ujar Darji saat ditemui dalam peresmian INTeC LIPI Bandung, Senin, 28 November 2016.
Menurut Darji, sejak 2009, Angkasa Pura l dan LIPI sudah melakukan penelitian mengenai jenis burung yang sering mengganggu penerbangan. Besar burung, habitat burung, dan lainnya menjadi pokok penelitian.
Beberapa cara mengusir serangan burung sudah sempat dilakukan, salah satunya dengan menggunakan mobil predator. Namun lambat laun alat tersebut tidak lagi mampu mengusir burung.
Mobil predator adalah alat yang mengeluarkan suara-suara predator atau hewan pemangsa untuk menakuti burung di sekitar bandara, tapi alat ini hanya berfungsi menakuti burung selama beberapa tahun saja. Setelah itu, burung-burung resisten terhadap suara tersebut.
Burung yang sering tertabrak pesawat dan merusak mesin adalah jenis puntul ukuran besar. Biasanya burung tersebut merusak Blitz Jet pada mesin depan pesawat.
"Alat predator sekarang sudah tidak mempan sama burung sehingga mulai ada banyak lagi kasus mesin pesawat rusak. Wilayah yang sering sekali terkena serangan burung adalah Surabaya dan Bali. Mungkin kalau di lokasi lain ancamannya berbeda dengan di penerbangan di timur," ujar Darji.
"Sebetulnya kalau boleh dibasmi ya burung kita tembaki saja, tapi kan kita nanti dituntut sama pelestari lingkungan dan lainnya, merusak ekosistem, jadi ya kami berusaha untuk cari jalan terbaik dengan bantuan LIPI," ujar Darji.
Darji berharap LIPI bisa melakukan kerja sama lanjutan dengan Angkasa Pura l untuk menemukan solusi terbaik kasus serangan burung tersebut. Pasalnya, biaya operasional memperbaiki mesin pesawat yang rusak akibat burung cukup besar dan berlangsung setiap tahun.
Baca:
Saingi Cina, Jepang Bikin Superkomputer Tercepat Rp 2,36 T
Ahli: Kita Akan Melihat Runtuhnya Lapisan Es Antartika Barat
Asus Zenfone 3 Laser Masuk Indonesia, Apa Keunggulannya?
DWI RENJANI