Menurut Allen, pemandu wisata di Shenzhen, tren kehadiran layanan tersebut sudah berlangsung lebih kurang sejak setahun silam. "Sejak itu menjadi sangat populer, karena efektif. Setiap orang bisa menggunakan sepeda tanpa harus memiliki sepeda. Mereka bisa menggunakannya di manapun, kapan pun, selama tersambung dengan koneksi internet," kata Allen.
Baru-baru ini, pemerintah kota Shenzhen baru saja mengeluarkan peraturan baru terkait dengan layanan bike-sharing.
Sebagaimana dilansir dari laman Shanghai Daily, sebanyak tujuh perusahaan layanan bike-sharing mengelola sekira 520.000 unit di seantero Shenzhen yang telah digunakan oleh lebih dari sembilan juta pengguna (hingga Maret 2017) dan 2,5 juta perjalanan tercatat dilakukan setiap harinya di kota tersebut.
Secara garis besar, peraturan tersebut mengamanatkan agar perusahaan menentukan satu akun tunggal untuk menampung setoran awal dan saldo para pengguna, selain juga memastikan keamanan data para pengguna.
Selain itu, setiap perusahaan yang berencana menghentikan layanannya diharuskan melakukan pengumuman ke khalayak umum dalam kurun waktu 20 hari jelang penutupan layanan serta mengembalikan seluruh saldo masing-masing pengguna.
Poin penting lain dari peraturan tersebut adalah pemerintah diwajibkan untuk menyediakan infrastruktur penunjang layanan, sembari memastikan bahwa jumlah unit sepeda tidak melebihi dari populasi kota dan daya tampung akses pedestrian.
Para perusahaan penyedia layanan diwajibkan untuk membagi informasi yang diminta kepada pengelola lalu lintas setempat serta departemen kepolisian terkait jumlah pengguna terdaftar, jumlah sepeda di jalanan dan distribusi serta frekuensi penggunaannya.
Melihat sinergi antara inovasi dan pemerintah, ada rasa iri tersisa sembari berharap suatu saat kota-kota besar di Indonesia -tentunya dengan dukungan infrastruktur teknologi yang memadai- bisa menghadirkan inovasi-inovasi semacam bike-sharing di Shenzhen tersebut.
ANTARA