TEMPO.CO, Jakarta - Pemetaan skala besar terhadap lahan gambut dan hutan menggunakan metode LiDAR sehingga bisa dilakukan dengan cepat. Cara ini juga dinilai lebih hemat dibandingkan cara manual.
Ini karena pemetaan secara manual membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan tenaga profesional lebih banyak.
Baca juga: BRG Serahkan Hasil Pemetaan Lahan Gambut dengan Teknologi LiDAR
"LiDAR ini sebenarnya bukan metode yang baru, sudah lumayan sering digunakan juga terutama dalam pembangunan perkotaan," ujar Nazir Foead, Kepala BRG saat dihubungi oleh Tempo, 25 Agustus 2017.
Nazir mengungkapkan LiDAR adalah metode pemetaan dengan menggunakan sinar laser yang dilakukan oleh pesawat yang dilengkapi dengan sejumlah peralatan.
Baca: Badan Restorasi Gambut Siapkan Rp 10 M untuk Kalimantan Selatan
"Pesawatnya nanti akan terbang di ketinggian tertentu lalu sinar lasernya ditembakkan dan nanti pantulan dari darat ke pesawat kembali, nah itu nanti yang akan dihitung," kata Nazir.
Sedangkan alat yang digunakan bukan milik sendiri, tetapi ditentukan oleh Badan Informasi Geospasial terkait spesifikasinya. Pengoperasian alat Lidar ini dilakukan oleh orang Indonesia sedangkan quality control analysis dilakukan profesor dari UGM dan tenaga ahli BIG. Sementara itu untuk pilot pesawat sendiri dilakukan oleh orang asing. Walaupun pilot berasal dari luar tetapi pesawat yang digunakan dari dalam negeri.
"Yang punya alat ini kan belum banyak jadi dilakukan konsorsium beberapa perusahaan dibawah supervisi BIG," ujar Nazir.
Menurutnya yang membuat mahal dari pemetaan ini adalah penggunaan pesawat yang harus terbang berkali-kali.
KARTIKA ANGGRAENI