TEMPO.CO, Jakarta - Pentagon tengah mengembangkan mesin pencari baru, Memex, yang diklaim mampu menembus situs-situs gelap. Di antaranya untuk membantu memerangi perdagangan manusia dan narkoba.
Memex merupakan kombinasi kata dari 'Memori' dan "Index." Situs ini dikembangkan lembaga Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) sejak 6 bulan lalu.
"Kami memberikan paradigma baru dalam teknologi pencarian yang dibuat secara khusus berdasarkan kebutuhan pengguna, hasil pencarian yang mendetail dan lokasi yang spesifik, tidak seperti yang lainnya," kata Chris White, Manajer Program DARPA, seperti dikutip dari TechTimes.
DARPA menyebutkan Memex dapat mengumpulkan informasi di Internet secara mendalam hingga 90-95 persen. Sedangkan Google hanya mampu menampilkan informasi 10 persen saja atau hanya bagian kulit terluar saja.
Pasalnya, kata Chris, Memex akan menampilkan infografis dan tautan dari situs-situs gelap. Hal ini tidak dimiliki Google, Bing maupun Yahoo.
Ketika seorang pengguna mengklik iklan di Internet yang menunjukkan atau dicurigai sebagai perdagangan seks, maka Memex dapat menelusuri secara detail nama, dan lokasi asal iklan tersebut. Pun ketika perdagangan manusia terjadi lewat 'chat' dan iklan lowongan kerja.
Adapun Memex sudah digunakan oleh pengacara wilayah Manhattan, Cyrus R. Vance yang menyatakan kantornya sekarang menggunakan Memex untuk setiap kejahatan perdagangan manusia, yang menjadi perhatian penting.
Namun Memex juga memunculkan pertanyaan tentang privasi. Atas hal ini DARPA meyakinkan bahwa Memex tidak akan memberikan informasi yang tidak bersifat publik seperti server dan alamat IP.
Di samping untuk penggunaan perdagangan manusia, teroris dan perbuatan kriminal lainnya, DARPA mengatakan Memex bisa sangat berguna bagi pemerintah, militer dan organisasi komersil yang memerlukan misi khusus dalam pencarian informasi di Internet.
DARPA terus mengembangkan Memex yang diproyeksikan selama 3 tahun. Berbagai pertanyaan tentang situs ini tentu akan muncul sepanjang waktu tersebut.
TECHTIMES | MARTHA WARTA SILABAN