TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena gerhana matahari total diprediksi akan melewati wilayah Indonesia bagian utara pada 9 Maret 2016. Menurut dosen astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Premana W. Premadi, masyarakat tidak dianjurkan melihat fenomena tersebut secara langsung karena efek silau yang dihasilkan dapat menyebabkan kebutaan.
"Mungkin yang paling berbahaya dan orang tidak berhati-hati adalah keluar dari proses total itu. Sebab, saat gelap, pupil mata kita akan membesar karena berusaha menyerap cahaya sebanyak-banyaknya. Dan waktu pupil sudah besar, cahaya matahari akan keluar dari bayangan bulan dan itu terang sekali," katanya kepada Tempo, Selasa, 2 Februari 2016.
Karena itu, kata Premana, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar masyarakat Indonesia tetap bisa menikmati fenomena alam ini. Yakni dengan tidak menatap matahari secara langsung, melainkan melalui pantulan bayangan yang dihasilkan, seperti menggunakan kamera lubang jarum.
"Penggunaan kamera lubang jarum, intinya, adalah kita memantulkan sinar matahari ke dinding atau kertas sehingga yang orang lihat adalah bayangannya, mengikuti proses gerhana dari awal sampai akhir," ujarnya.
Selain itu, kata Premana, masyarakat juga bisa menggunakan kacamata khusus atau teleskop yang sudah dilengkapi filter atau penyaring cahaya matahari untuk menapis sebagian besar sinar matahari yang diterima mata.
Dalam menikmati gerhana, masyarakat juga diminta tidak ber-selfie-ria karena cahaya sinar matahari dapat memantul dari kaca kamera telepon seluler dan mengenai mata yang bisa menyebabkan silau. "Kalau ingin memotret, kamera harus dikasih filter dan kami enggak menganjurkan orang untuk foto selfie ya, karena cahayanya bisa mantul ke mata," tuturnya.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI