TEMPO.CO, Stanford - Cara Anda melihat kegagalan akan mempengaruhi bagaimana anak-anak Anda melihat kemampuan mereka sendiri, menurut sebuah studi baru.
Para peneliti mempelajari apa yang mempengaruhi cara pandang anak-anak terhadap kecerdasan mereka. Beberapa anak melihat kecerdasan mereka sebagai sesuatu yang tetap, sementara yang lain berpikir bahwa mereka dapat menjadi lebih cerdas melalui kerja keras.
Secara khusus, para peneliti ingin mengetahui apakah pandangan orang tua terhadap kegagalan mungkin mempengaruhi cara anak-anak berpikir tentang kecerdasan mereka.
Mereka menemukan bahwa orang tua yang melihat kegagalan sebagai kemunduran besar dapat mendorong anak-anak mereka untuk berpikir bahwa kecerdasan adalah sesuatu yang tetap.
Sebaliknya, orang tua yang melihat kegagalan sebagai kesempatan belajar akan membuat anak-anak mereka berpikir bahwa kecerdasan dapat ditingkatkan dengan kerja keras, menurut penelitian yang diterbitkan 25 April di jurnal Psychological Science.
"Keyakinan anak tentang apakah kecerdasan mereka adalah sesuatu yang tetap atau dapat tumbuh akan memiliki dampak besar pada prestasi dan motivasi mereka," ujar Kyla Haimovitz, seorang mahasiswa pascasarjana di Stanford University dan penulis utama studi tersebut, dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Livescience, Jumat, 29 April 2016.
Dalam studi tersebut, para peneliti mengidentifikasi dua "mindset" tentang bagaimana anak-anak berpikir tentang kecerdasan mereka sendiri: mindset tetap dan mindset berkembang.
Anak-anak dengan mindset tetap percaya bahwa tingkat kecerdasan tidak bisa berubah, dan mereka mungkin berhenti berusaha ketika pekerjaan menjadi terlalu sulit, dan pada akhirnya tidak mencapai maksimal.
Di sisi lain, anak-anak dengan mindset berkembang berpikir kecerdasan mereka dapat meningkat melalui kerja keras. Anak-anak ini lebih mungkin bekerja lebih keras ketika pekerjaan mereka menjadi sulit.
Menariknya, penelitian sebelumnya tidak mengaitkan pola pikir orang tua tentang kecerdasan dengan pola pikir anak mereka. Dengan kata lain, hanya karena orang tua memiliki pola pikir tertentu tentang kecerdasan tidak berarti anak mereka akan seperti itu, juga.
Jadi para peneliti beralih ke pandangan orang tua terhadap kegagalan, untuk melihat apa yang dapat mempengaruhi pola pikir anak-anak tentang kecerdasan.
Dalam studi tersebut, mereka melakukan serangkaian survei, baik online dan secara pribadi, menanyai orang tua tentang bagaimana mereka melihat kegagalan, dan bagaimana hal itu mempengaruhi gaya pengasuhan mereka.
Survei lain menanyai anak tentang keyakinan mereka mengenai kecerdasan mereka, serta apakah mereka menyadari bagaimana orang tua mereka melihat kegagalan. Sebuah survei akhir meminta orang tua untuk bereaksi terhadap skenario hipotetis di mana anak mereka telah gagal pada sesuatu hal.
Para peneliti menemukan bahwa ketika orang tua melihat kegagalan anak mereka sebagai pengalaman melemahkan, anak-anak mereka cenderung memiliki mindset kecerdasan tetap. Ini mungkin karena orang tua tersebut bereaksi terhadap kegagalan tersebut dengan berfokus pada kemampuan anak mereka, bukan pada bagaimana anak mereka bisa meningkat.
Sebaliknya, akan lebih bermanfaat bagi anak-anak jika orang tua memandang kegagalan sebagai pengalaman belajar. "Temuan kami menunjukkan bahwa orang tua dapat mendukung mindset berkembang, tetapi mereka mungkin tidak menularkannya kepada anak-anak mereka kecuali mereka memiliki reaksi positif dan konstruktif terhadap perjuangan anak-anak mereka," kata Haimovitz.
LIVESCIENCE | ERWIN Z