Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Planet Ini Bak Neraka  

image-gnews
Kawah di Derweze, Turkmenistan, yang dijuluki sebagai
Kawah di Derweze, Turkmenistan, yang dijuluki sebagai "Pintu Menuju Neraka'.
Iklan

TEMPO.CO, Jenewa - Neraka itu nyata. Setidaknya bagi para astronom yang menemukan planet di luar Tata Surya dengan label HD189733b ini. Hasil pengukuran sekelompok astronom gabungan dari University of Geneva dan Bern University, Swiss, menunjukkan atmosfer eksoplanet itu bagaikan neraka.

Kecepatan angin planet tersebut diperkriakan mencapai 1.000 kilometer per jam dengan suhu di atas 3.000 derajat Celsius. "Suhunya melebihi matahari, mungkin seperti neraka," kata Aurelien Wyttenbach, pakar magnetik sains yang juga anggota penelitian, seperti dikutip Science Daily.

Pengukuran suhu atmosfer planet di luar Tata Surya (eksoplanet) itu dilakukan dengan presisi tinggi. Para peneliti menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan yang didasari spektrometer HARPS, alat optik untuk menghasilkan garis spektrum cahaya dan mengukur panjang gelombang serta intensitasnya dan cara baru menafsirkan natrium.

Dengan suhu mencapai 3.000 derajat Celsius dan angin yang berembus dengan kecepatan ribuan kilometer per jam, atmosfer HD189733b memang sangat bergejolak. "Hasil ini membuka mata kita agar berpikir beribu kali jika ingin mendekat ke atmosfer eksoplanet tersebut," kata Wyttenbach.

Angka ini didapatkan melalui pantauan rembetan spektrum natrium. Unsur ini banyak beterbangan di atmosfer eksoplanet tersebut dan diamati dengan teleskop European Star Observatory di Cile. Temuan tersebut diterbitkan dalam dua jurnal, yakni Astronomy & Astrophysics serta Astrophysical Journal Letters.

Lebih jauh tim menyebutkan, ketika berada di atmosfer, natrium menjadi sumber sinyal yang mudah dikenali. Intensitasnya bervariasi selama planet tempat bernaungnya mengorbit pada bintang. Kandungan ini telah diidentifikasi pada tahun 2000, tapi baru diamati dua tahun kemudian dengan menggunakan teleskop ruang angkasa Hubble.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara itu, pengamatan terhadap kandungan ini dari bumi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teleskop raksasa berdiameter 8-10 meter. Astronom dari UNIGE kemudian memiliki ide mengamati natrium dengan spektrometer HAPRS. Dengan pengamatan selama bertahun-tahun, Wyttenbach dan timnya akhirnya mampu mendeteksi variasi dalam garis natrium selama beberapa orbit HD189733b.

Uniknya, analisis data HARPS di bumi menghasilkan deteksi setara dalam hal sensitivitas dibanding teleksop ruang angkasa Hubble. Bahkan, tutur Wyttenbach, jauh lebih baik dalam resolusi spektral. Karena itu, ia mengklaim, pengamatan dengan spektrometer HARPS memungkinkan analisis jauh lebih kuat ketimbang Hubble, meski diameternya lebih sederhana ketimbang Hubble.

Dalam penelitian lainnya, Kevin Heng dari Bern University, mengembangkan teknik terbaru untuk menafsirkan variasi garis natrium. Alih-alih menggunakan model komputer canggih, ia hanya membuat satu rumus sederhana yang memungkinkan analisis variasi suhu, kepadatan, dan tekanan dalam atmosfer.

Kedua penelitian tersebut, menurut Wyttenbach, akhirnya akan membuka jalan untuk menjelajahi atmosfer di eksoplanet lainnya dengan cara yang lebih mudah diakses.

SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

41 hari lalu

Bangunan kubah ikonik di komplek Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 16 Januari 2023. Tempat peneropongan bintang Observatorium Bosscha telah genap berusia 100 tahun pada tahun 2023 ini. TEMPO/Prima Mulia
Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.


Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Harijono Djojodihardjo menerima anugerah Nurtanio Award 2023 atas andilnya dalam memajukan iptek dan riset Indonesia, khususnya di bidang dirgantara. Dok: TEMPO/ANNISA FEBIOLA.
Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.


BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

Kepala Badan Riset Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.


Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.


Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di IEMS 2023. (Foto: TEMPO/Rafif Rahedian)
Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.


Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Ilustrasi luar angkasa
Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.


Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Kapal Ulang-alik Atlantis meluncur ke luar angkasa untuk terakhir kalinya pada 8-7, 2011. Atlantis, salah satu pesawat ulang-alik milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat. REUTERS/Bill Ingalls/NASA/Handout
Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.


AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko


BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2022 memberikan penghargaan Nurtanio Pringgoadisuryo Memorial Lecture kepada Dr. Orbita Roswitiarti M.Sc yang memiliki rekam jejak di bidang penerbangan dan antariksa serta memberikan banyak manfaat yang berarti. (BRIN)
BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.


Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Messier 15 (NASA, ESA)
Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.