LIPI Rekomendasikan Kuota Penangkapan 80 Ribu Hiu Tahun Ini
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Yudono Yanuar
Senin, 15 April 2019 18:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI membuat acuan ilmiah pengelolaan dan pemanfaatan secara berkelanjutan spesies hiu lanjaman di Indonesia dalam bentuk dokumen Non-Detriment Finding (NDF).
Perlindungan hiu telah menjadi salah satu agenda penting di tingkat global melalui mekanisme Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
"Dari data Statistik Perikanan tahun 2015, 60 persen total produksi hiu di Indonesia adalah kelompok hiu lanjaman seluruh famili Carcharhinidae dan 54 persen di antaranya merupakan hiu lanjaman jenis Carcharhinus falciformis," ujar Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah, di Jakarta, Senin, 15 April 2019.
CITES telah memasukkan 12 spesies hiu dalam Apendix II atau tidak segera terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar perlindungan dan perdagangannya terus berlanjut. Dari dua belas spesies tadi, sembilan di antaranya hidup di Indonesia termasuk hiu lanjaman (Carcharhinus).
LIPI sebagai pemegang otoritas keilmuan CITES, kata Dirhamsyah, merekomendasikan kuota tangkap sebesar 80 ribu untuk tahun 2019 dengan minimum ukuran panjang tubuh dua meter atau dengan berat minimum 50 kg.
"Artinya pemanfaatan hiu lanjaman dapat dilakukan dan tidak mengganggu populasinya di alam. Dengan syarat melakukan pembatasan jumlah tangkapan melalui sistem kuota dan mengatur ukuran hiu lanjaman yang boleh dimanfaatkan," kata Dirhamsyah.
Menurut daftar International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) setidaknya sekitar 31 persen hiu dunia terancam kepunahan. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization 2015, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat eksploitasi hiu tertinggi di dunia dan menyumbang sekitar 13 persen dari produksi hiu global.
Dirhamsyah mengatakan, dokumen NDF merupakan analisis resiko pemanfaatan hiu yang terdaftar dalam Apendiks II CITES berdasarkan aspek biologi, perikanan, pemanfaatan, dan pengelolaan hiu Lanjaman saat ini. Yang juga merekomendasikan perbaikan pencatatan produksi dan pemanfaatan hiu lanjaman.
"Dam perlindungan habitat penting seperti lokasi memijah, melahirkan, dan pengasuhan anakan serta penghentian praktik pengambilan sirip hiu dan membuang sisa tubuhnya, baik dalam keadaan hidup atau mati ke laut," tutur Dirhamsyah.
Sejak 2018, LIPI bekerja sama dengan United States Agency for International Development (USAID) melalui program USAID BIJAK, mengembangkan metodologi penelitian dan protokol untuk menentukan tingkat pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap spesies yang terancam.
Dirhamsyah berharap proses pembuatan dokumen NDF hiu lanjaman ini menjadi contoh bagi pengembangan lainnya dan dapat meningkatkan perlindungan spesies hiu dan pari lainnya yang terancam punah.
Wakil Direktur USAID Kantor Lingkungan Hidup, Jason Seuc, mengungkapkan bahwa dirinya bangga dapat bekerja sama dengan LIPI dalam menyelesaikan rekomendasi kuota perdagangan berbasis sains. Tujuannya adalah untuk memastikan keberlangsungan hidup populasi liar hiu lanjaman di Indonesia terjaga.
"Kami berharap kebijakan NDF untuk hiu lanjaman dapat meningkatkan kesadaran dan upaya konservasi, mengurangi perdagangan ilegal satwa liar, dan memulihkan populasi spesies ini
secara alami," kata Jason.