Perdagangan Burung Kakatua di Indonesia Diteliti, Ini Hasil Temuannya

Reporter

Tempo.co

Kamis, 20 Mei 2021 02:47 WIB

Kakatua jambul kuning yang berada di dalam botol air mineral kosong setelah berhasil diamankan dari perdagangan satwa liar ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, 4 Mei 2015. Sebanyak 24 Kakaktua jambul kuing dimasukkan ke dalam botol mineral kosong. Suryanto/Anadolu Agency/Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi yang melibatkan ahli dari Australia dan Amerika Serikat menganalisa data perdagangan ilegal burung kakatua asal Indonesia sepanjang dua dekade ke belakang. Data yang dipelajari mencakup perdagangan ilegal di Asia Tenggara namun Indonesia dianggap satu negara--bahkan di dunia--yang paling membutuhkan konservasi untuk populasi kakatua miliknya.

Seperti yang dipublikasikan dalam jurnal Biological Conservation terbit Kamis, 20 Mei 2021, studi ini menemukan beberapa alasan kunci burung kakatua berisiko jadi korban perburuan. Dua yang terutama adalah daya tarik keluarga burung bernama latin Psittaciformes ini dan ironi penegakan hukum yang tetap membuka ruang untuk memperdagangkan jenis-jenis kakatua secara bebas.

"Termasuk dalam daya tarik burung kakatua adalah warna bulunya, ukuran tubuhnya, dan kemampuan menirukan suara lain," kata Rob Heinsohn, profesor di Fenner School of Environment and Society, The Australian National University, Canberra, dalam keterangan tertulis yang dibagikan bersamaan dengan publikasi jurnal.

Akibatnya, sepertiga dari hampir 400 jenis burung kakatua di dunia kini telah berstatus terancam punah. Dari jumlah itu, 89 di antaranya berada di Indonesia di mana empat jenis berstatus terancam dan dua sangat terancam atau critically endangered alias satu tahap sebelum benar-benar dinyatakan punah di alam liar.

"Tingginya permintaan sebagai burung peliharaan dan penangkapan dari habitat liar untuk diperdagangkan telah berkontribusi besar untuk menurunnya jumlah populasi burung kakatua di dunia," kata Heinsohn.

Advertising
Advertising

Namun demikian, Heinsohn mengungkap pula catatan dari hasil studi bahwa sekalipun perdagangannya cukup luas, jenis-jenis burung kakatua tak berisiko sama menjadi korban perburuan. Tim peneliti, kata dia, menggunakan model kriminalogi populer untuk menganalisis faktor-faktor yang berelasi dengan jenis kakatua yang diperdagangkan di Indonesia.

Petugas memperlihatkan kakatua jambul kuning yang berada di dalam botol air mineral kosong setelah berhasil diamankan dari perdagangan satwa liar ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, 4 Mei 2015. Sebanyak 24 Kakaktua jambul kuing dimasukkan ke dalam botol mineral kosong. Suryanto/Anadolu Agency/Getty Images

Dari enam sumber data yang digunakan, ada 31 jenis atau 34 persen dari seluruh jenis kakatua yang ada di Indonesia yang kerap diperdagangkan. Keenam sumber data berupa pasar perdagangan kakatua yang tersebar di Maluku dan Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta Raya, dan Medan Sumatera Utara.

Selain faktor kunci daya tarik jenis tertentu dan perdagangan yang masih relatif bebas, ada pula alasan lain yang ditemukan ikut mendukung kakatua mudah saja diburu untuk diperdagangkan. Faktor itu adalah habitat yang berada di wilayah dengan populasi manusia yang semakin tinggi.

"Itu semua menuntun kepada dugaan bahwa faktor-faktor berbasis permintaan dan peluang secara bersama dapat menerangkan sebagian dari perdagangan ilegal kakatua di Indonesia," kata ketua tim studi, Stephen Pires, profesor dari Department of Criminology & Criminal Justice, Florida International University, AS.

Lalu, karena cukup tingginya permintaan di dalam dan luar negeri memicu lahirnya banyak modus melabeli jenis tangkapan liar sebagai hasil penangkaran. Dampaknya, burung-burung kakatua bisa diekspor secara legal.

Pewarta memotret kondisi burung Kakatua Raja (Probosciger aterrimus) yang berada di dalam kandang ketika konferensi pers tindak lanjut terhadap penggagalan penyelundupan satwa liar yang dilindungi di Kantor BBKSDA Riau, di Pekanbaru, Riau, Sabtu, 23 Maret 2019. ANTARA

“Penegakan hukum yang lebih efisien sangat dibutuhkan," kata Heinsohn sambil menambahkan strategi perlindungan sarang bisa diterapkan untuk mengurangi perdagangan burung kakatua. "Termasuk juga melakukan edukasi dan kampanye konservasi yang menyasar anak-anak dan konsumen," katanya menambahkan.

Selain Heinhson dan Pires, dua peneliti lainnya yang terlibat dalam studi ini adalah Dudi Nandika dari IPB University dan Dwi Agustina dari Perkumpulan Konservasi Kakatua Indonesia.

Baca juga:
Perdagangan Liar, Orangutan Sumatera Menumpang Bus ALS Tujuan Tangerang

Berita terkait

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

2 jam lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

14 jam lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

17 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

19 jam lalu

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

Kepolisian Los Angeles mengkonfirmasi bahwa lebih dari 200 orang ditangkap di LA dalam gejolak demo mahasiswa bela Palestina. Bagaimana kronologinya?

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

20 jam lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Menyusuri Kota Perth Australia pada Malam Hari, Singgah ke His Majesty's Theatre yang Ikonik

20 jam lalu

Menyusuri Kota Perth Australia pada Malam Hari, Singgah ke His Majesty's Theatre yang Ikonik

Banyak bar dan pub di Kota Perth buka sampai tengah malam, ramai dikunjungi wisatawan dan warga lokal tapi tertib dan bebas asap rokok.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

21 jam lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Mengenal Tanaman Herbal Suku Aborigin Bersama Dale Tilbrook di Perkebunan Anggur Tertua Australia Barat

21 jam lalu

Mengenal Tanaman Herbal Suku Aborigin Bersama Dale Tilbrook di Perkebunan Anggur Tertua Australia Barat

Salah satu warisan budaya Aborigin adalah pengetahuan tentang tanaman herbal dan penggunaannya dalam pengobatan tradisional.

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

22 jam lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

23 jam lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya