Guru Besar FKUI Sebut 5 Perjuangan yang Perlu Dilakukan Selama Pandemi
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Erwin Prima
Senin, 30 Agustus 2021 12:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan semangat memperjuangkan kemerdekaan 1945 yang dapat diterapkan dalam situasi penanganan pandemi Covid-19 pada 2021 sekarang ini.
“Setidaknya ada lima poin perjuangan yang bisa diterapkan saat ini,” ujar dia, Minggu, 29 Agutus 2021.
Berikut lima perjuangan yang perlu dilakukan selama pandemi:
1. Semua komponen bangsa berjuang bersama
Kemerdekaan pada 1945 dapat direbut karena semua komponen bangsa berjuang bersama. Sejalan dengan itu, Tjandra melanjutkan, sekarang semua pihak tentu harus terus meningkatkan kesadaran bahwa pandemi ini adalah masalah kita bersama dan hanya dapat diselesaikan dengan upaya bersama pula.
Komunikasi publik yang dibangun, disebutnya, juga mungkin akan lebih baik jika dilakukan bukan antara pemerintah dan masyarakat, tapi sebagai kegiatan bersama. “Informasi bersama dengan pesan tanggung jawab bersama,” kata Tjandra.
2. Kegigihan
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu menjelaskan perjuangan kedua adalah kegigihan. Sebagaimana juga pejuang pendahulu dengan gagah perkasa, kata dia, tidak berhenti berjuang merebut kemerdekaan, walaupun tantangan waktu itu amatlah besar.
Sementara, pandemi Covid-19 kini juga merupakan masalah besar yang dapat dilihat dari beberapa sisi. Di antaranya, saat ini diagnosis masih terbatas dengan PCR dan rapid antigen, obat yang dapat membunuh virusnya belum ada, dan vaksin yang tersedia juga belum 100 persen dapat mencegah penyakit.
Kemudian, berkembangnya berbagai varian baru bukan hanya yang Delta sekarang ini. Emergency Committee Covid-19 WHO sudah menyatakan tentang kemungkinan akan ada varian baru lagi di waktu mendatang yang mungkin saja lebih berbahaya dan sulit dikendalikan.
Menurut Tjandra, pandemi ini benar-benar memporakporandakan berbagai sisi kehidupan, praktis tidak ada yang luput. “Maka kegigihan amat diperlukan, kerja keras, tak kenal menyerah, dan kemampuan untuk konsisten bekerja dalam tekanan waktu yang panjang, karena kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir,” tutur Tjandra.
3. Senjata yang digunakan
Jika pejuang dulu menggunakan bambu runcing, Tjandra menerangkan, maka kini menggunakan senjata utama, yaitu ilmu pengetahuan. Modal ilmu pengetahuan inilah yang jadi acuan dalam menyelesaikan Covid-19.
Ilmu pengetahuan itu, di antaranya adalah data yang valid, surveilans yang baik, serta keterbukaan informasi dan pengolahannya berdasar ilmiah yang akurat. “Itu menjadi amat penting, keputusan dan kebijakan yang diambil tentu harus berdasar ilmu pengetahuan yang valid, evidence-based decision making process,” katanya.
4. Hubungan internasional
Tjandra yang juga mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes, Kementerian Kesehatan, itu melanjutkan perjuangan keempat adalah pentingnya hubungan internasional. Pada awal proklamasi kemerdekaan, kata dia, Indonesia langsung berhubungan dengan negara-negara lain di dunia, menjalin kerja sama internasional dan bergabung menjadi anggota badan dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan WHO.
Pandemi adalah wabah yang mendunia dan tidak akan dapat diselesaikan oleh satu atau beberapa negara saja. “No one is safe until everyone is safe. Karena itu perjuangan penting selanjutnya berperan aktif dalam dunia internasional dan kerja sama antar bangsa untuk menanggulangi pandemi,” ujar Tjandra.
5. Mewujudkan target pengendalian Covid-19
Perjuangan kelima, yang lebih praktis adalah upaya keras masyarakat untuk mewujudkan target dan program pengendalian Covid-19. Tjandra menjelaskan bahwa dari pengalaman berbagai negara, Covid-19 dapat dikendalikan dengan tiga program utama, yaitu pembatasan sosial; tes, telusur dan terapi; serta vaksinasi.
Untuk pembatasan sosial, Tjandra melanjutkan, seluruh rakyat Indonesia harus melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat, yang dikenal 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) atau ditambahkan dengan menghindari kerumunan dan mengurangi mobilisasi menjadi 5M.
“Dari sudut pemerintah maka kebijakan pembatasan sosial tentu juga harus dilakukan dengan konsisten, baik dalam bentuk PPKM, PSBB atau bentuk-bentuk yang lain,” katanya.
Dalam hal tes dan telusur, anggota masyarakat yang ada gejala dan atau ada riwayat kontak harus melakukan tes, dan jika positif perlu ditangani dengan baik. Dalam hal ini target yang sudah cukup lama dicanangkan melakukan sekitar 400 ribu tes sehari dan melakukan telusur 15 orang untuk setiap kasus haruslah segera diwujudkan untuk menjadi kenyataan.
Dalam hal vaksinasi, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Jakarta itu menambahkan, target memvaksinasi 2 juta orang per hari harus benar-benar diimplementasikan di lapangan, dan akan lebih baik jika masyarakat dipermudah mendapatkan vaksin, misalnya dengan dilakukan vaksinasi Covid-19 di semua puskesmas dan rumah sakit yang ada di negara kita. “Jadi, orang dapat divaksin di dekat rumah dan atau tempat kerjanya secara mudah,” tutur Tjandra lagi.
Baca:
Akhir PPKM, Covid-19 Yogya Pecah Rekor Terendah di Bawah 400 Kasus